Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Puisi

Puisi: Cahaya

  Cahaya Oleh: Anggita Dita Sari Dimana aku akan mencari Kemana aku akan pergi Merintih tak bersuara Namun hati terbakar membara Lihatlah mereka Menangis kelaparan Turun di jalan Menuntut keadilan  Banyak koruptor menikmati makanan bergizi Namun masih banyak rakyat merindukan nasi Banyak penjahat yang di penjara Namun masih banyak korban yang tak bisa bercerita  Kekuasan bisa diperebutkan Namun kenapa keadilan susah didapatkan Apakah negri ini sudah merdeka Kalau penjahat masih mendapat cahaya -Jember, September 2022

Puisi: Sebuah Cerita

  Sebuah Cerita Oleh: Raisa Imaniar Seorang gadis kecil bertanya pada dunia Kemana perginya cahaya? Semburat senja yang penuh asmara itu Nyatanya menyambut kelam dengan penuh dendam Ada amarah yang diselimuti pasrah dalam kepul rokok dan tumang  Ada sedih dibalut senyum perih pada setiap doa dibawah bintang Ada kalanya semesta bercanda bahwa dunia baik baik saja Ketika umpatan dan harapan selalu berlomba dengan usia Wahai ibu Aku takut melihat dunia saat aku dewasa Ketika tabir fakta membuka mata dengan tergesa Bibir tertawa lantang menutup luka lama Dan logika tak berjalan dengan semestinya  Wahai ayah Pada setiap sudut purnama aku mendengar lantunanmu Mengaji dengan penuh khusyuk nan syahdu Aku rindu bersua dan meramu serbuk cerita   Menatap matamu yang penuh makna dan cinta  Ayah, ibu.. Padamu aku menitipkan suara yang tak pernah bergema Namun tersirat pada rona bunga, rintik hujan dan deburan samudera  Dipojok warung aku berbincang dengan secangkir fajar Berkelit dengan dialektika

Kumpulan Puisi

Ketidaksadaran  Karya: Kharisma Nur Oktavia   Musibah datang menyelimuti manusia  Lelah sekali rasanya  Keegoisan berulah terus merajalela  Hingga bumi kena imbasnya  Datang perlahan membuat bumi keresahan  Tak terlihat namun begitu menakutkan  Mungkin ini peringatan Tuhan  Karena manusia sering melakukan kesalahan

Puisi: Luka

 Luka Oleh: Geameita Evita Putri ini cukup terasa menyakitkan bagaimana bisa aku tidak sadar bahwa selama ini aku hadir sebagai pengganggu bagaimana bisa selama ini aku yakin - yakin saja bahwa aku mampu bersaing dengan duniamu yang terlalu ramai aku yang sebatas tokoh baru pun terlalu malu untuk masuk dalam hidupmu yang sudah penuh maka dari itu, biarkan aku si tokoh asing ini pamit biarkan aku si tokoh tidak tau diri ini menyimpan kenangan itu dengan rapi biarkan aku si tokoh paling memaksa ini menyadari bahwa sekeras apapun perjuangannya, berharap padamu adalah kesalahan paling fatalku biarkan, karena mulai detik ini perjuanganku berhenti mulai detik ini semua perasaan ini kuserahkan pada semesta agar dijadikan bintang paling terang untuk menemani malammu sebab pada saat kalimat ini ditulis, aku sudah memutuskan bahwa mencintaimu adalah luka yang harus segera aku sudahi

Puisi: Meraih Mimpi

  Meraih Mimpi Oleh: Reychia Viana Bella Baitul Islamiyah Harapan dan keinginan Jadi angan jika dipikirkan Jadi nyata jika diwujudkan Tercapai karena usaha   Butuh pengorbanan dan perjuangan Bukan hanya berpangku tangan Ataupun mengharap belas kasih Ku kuatkan dalam menuju keberhasilan Sampaikan dalam meraih kesuksesan   Usaha dan doa tak pernah terhenti Semangat yang padam bangkit lagi Dukungan selalu menjadi motivasi Agar aku dapat meraih mimpi

Puisi: Menangislah

 MENANGISLAH Karya : Ainayya Halifah Menangislah... Kepuasan tercipta dari pengorbanan Pengorbanan yang tidak terelakan Yang selalu akan tertanam dalam memori Sejauh apapun aku mengabaikan Pikiranku tetap terngiyang-ngiyang Seperti langit yang selalu ada diatas kepala ku... Aku pun menangis Menangislah... Kelelahan yang ada dalam benak Benak yang selalu tersakiti baik kata,ucapan,dan perbuatan Terkadang dalam benak berkata “ Apa salahku?” Kesalahan yang banyak ku keluhkan Yang tidak ada hentinya Aku pun menangis Menangislah... Kemarahan yang tampak pada wajah Wajah yang selalu dilihat dicermin Cermin pun ikut mengadu domba Bukan hal baik yang akan terjadi Tapi musibahlah yang akan terjadi Aku pun menangis Menangislah... Kekesalan hal yang berasal dari dalam diri Sikap yang tidak pantas  Yang tidak akan hilang ditelan masa Masa demi masa akan memuncak kekesalan itu Pada akhirnya penyesalanlah yang diterima Aku pun menangis

Puisi: Anda di Seberang Samudra

 Anda di seberang samudra  Saya ingin bercerita tentang seorang di seberang sana Jauh letaknya dipisah samudra Jauh berbeda dari segala rupa Dia yang begitu indah penuh pemuja Dan saya sebagai pengagum dari karyanya Rasanya masih sama Sama seperti saat senja dikala saya menemukan anda Rasanya masih sama Sama seperti seperti pertama melihat betapa indah bola mata anda Manusia bilang saya terlalu halu Tapi entah mengapa semua tentang anda saat ini semakin candu Hey.. untuk anda yang saya lihat di layar kaca Saya mengagumi cara tersenyum anda Rasanya sudah gila, tapi sekali lagi saya suka Ini sederhana.. bukan hanya saya Anda perlu tahu.. keberadaan anda cukup berarti untuk beberapa orang di bumi ini Untuk anda yang jauh di seberang samudra Jangan terluka Masih ada banyak mata yang merindu Tersenyumlah agar bulan sabit kecil itu senantiasa tersedu I.Z.  

Puisi: Gelisah Kedewasaan

Gelisah Kedewasaan Oleh: Meitri Widya Pangestika  Semburat hangat berwarna jingga sudah menampakkan dirinya dari ufuk timur  Menggantikan pekatnya langit malam kala itu Waktu berjalan begitu cepatnya Hingga tak terasa diri ini semakin dewasa Genap usia ini menginjak dua puluh tahun  Persaan galau dan gundah silih berganti  Dimana yang jauh akan terasa dekat Yang dekat akan berubah menjadi besi yang berkarat Dewasa bukanlah fase yang menyenangkan Fase dimana pola pikir rumit akan selalu menghantui  Dewasa bukan hanya soal usia Kebebasan bergurau akan tergantikan dengan sibuknya kewajiban  Lantas dimana kebahagiaan itu terletak Sengaja ku selipkan sebuah doa disepanjang malam  Berharap tangan Tuhan akan bekerja dengan semestinya  Membolak-balikkan jalan kehidup seorang hambanya.

Puisi: Keadilan dalam Negara Demokrasi

  Keadilan dalam Negara Demokrasi Cipt: Anggita Dita Sari       Dimana dia berada Aku mencarinya namun tak terlihat jua Dimana dia pergi Keadilan yang ada di negeri ini   Indonesia sudah lepas dari penjajah Namun mengapa banyak rakyat berkeluh kesah Indonesia adalah negara hukum dan demokrasi Namun mengapa seakan dikuasai manusia berdasi   Wahai penguasa negeri Masih ingatkah dengan visi misi Yang kau lantunkan untuk mendapat suara rakyat Salah satu isinya mengubah nasib kaum melarat Namun mana buktinya Mereka menjerit tak berdaya   Keadilan, keadilan, keadilan Ribuan rakyat turun ke jalan Mahasiswa, buruh, tani, rakyat miskin kota meminta keadilan Namun hasilnya sering menyimpang dengan apa yang diharapkan   Lihatlah rakyatmu wahai penguasa negeri Banyak yang tak bermoral, namun lebih banyak yang merintih kesakitan Aku tak tahan melihat para puan yang menangis karena tuan Melihat perut yang terus menggema merindukan nasi Me

Rasa Aman?

  Rasa aman ? Waktu kian berlalu, tanda tanya makin membiru  akankah rasa aman itu ada  Jika berita kian menggema  Yang melahirkan peradaban berani dilecehkan  Dalih hanya mampu memojokkan  Sudah menjadi yang tersakiti  Tak mendapat kata adil tapi diadili  Sudah menjadi yang tersakiti  Diharuskan mundur seorang diri  Bertanya tentang rasa aman  Tapi selalu menjadi yang terpojokkan  Yang memberi pengamanan  Selalu tak mendengarkan  Kian hari semakin menyesakkan  Bertanya tentang rasa aman  Dengan langkah kehati-hatian  Berakhir dengan kian memuakkan  Menjadi makhluk lemah dimata orang bejat  Tak berperasaan tanpa kemanusiaan  Oleh: Chelsy Dwi Maharani

RAKYAT MISKIN BUKAN MESIN

  RAKYAT MISKIN BUKAN MESIN Oleh: Anggita Dita Sari Gemuruh terdengar Suaranya bergetar Menuntut keadilan Meminta pertanggung jawaban Dengan kolegialitas yang tinggi Mereka berbaris layaknya semut api Berharap haknya kembali Walaupun pakaian mereka tak berdasi Tolong lihatlah mereka wahai manusia Ya, kalian manusia, meskipun di mata Tuhan setara Mereka pulang malam demi sesuap nasi Namun mengapa sering tak dihargai Pecat!!! sering kali terdengar Apakah mesin-mesin itu lebih pintar? Apakah mereka punya hati? Apakah mereka punya keluarga untuk dinafkahi? Sadar! Dunia tak hanya diisi oleh orang pintar Gelar manusia tak hanya untuk orang kaya Rakyat miskin kota pun memiliki hak yang sama Bumi Intan Pari, Hari Buruh 2021

Desaku Tlah Tergadaikan

Oleh: Rara Ajeng D.S Rumput – rumput enggan bergoyang Anginpun kehilangan arah Rindu akan gema desaku Akan jadi angan angan belaka Akhirnya para kontraktor merajalela Jadikan tradisi kota pindah ke desa Enggan bicara maupun musyawarah Niatnya penuhi ambisi diri Gila – gilaan membangun gedung perumahan Desaku kini telahter gadaikan Entah kapan kan terselesaikan Cita – cita anak bangsa jadi kandas Ingin berontak tapi tak kuasa Titipan salam tiada pernah tersampaikan Angan – anganpun tinggal kenangan Sekarang semua telah terjadi Aku menyesal tiada henti Rintih dan tangis hanya sia – sia Ingin kembali seperti dulu tapi terlambat

MENELISIK CERMIN KUSAM

MENELISIK CERMIN KUSAM Nur Fadila-ALPHA Sudah banyak tahun yang kulewati Banyak pula ambisi yang sudah kudaki Tetapi tetap hatiku tak bisa menemukan ketenangan Aku seperti hilang Tenggelam dalam bayang kebingungan Entah kenapa mulanya ini ada dalam hidupku Jiwa terkoyak oleh angin desah dan gelisah Aku pun seperti tumbang Roboh di antara bangunan megah kemenangan Kulihat diriku, sekarang.... Berjalan dengan angkuh sambil mengenakan jas kebanggaan, Mengenakan penutup tubuh yang mencitrakan lambang kesucian, Tapi.... Dimanakah diriku ini ??! Aku seperti terlantar di jalan dengan tangan yang menengadah, Meminta belas kasih orang Tidak !!! bukan orang ! Aku mengemis pada Tuhan.... Aku mengemis belas kasihNya ! Tahun-tahunku, ambisi yang ku capai Kemenanganku dan keangkuhanku Semua tak berarti di trotoar jalanan hidupku Dihadapan Tuhan !!! Aku pun akhirnya sadar, bahwa duniaku tak memiliki harga Aku telah melupakan Tuhanku ! T

Salam di Ujung Sana

Salam di Ujung Sana Oleh : Via M ufidatu-ALPHA Akhir kesunyian hanyalah berbatas diri Kepasrahan dan ketulusan adalah nyanyian sepanjang waktu Kenangan itu telah mengalir jauh Sampai ke lubuk kalbu Seperti jemari yang tak pernah lelah menggenggam Tak bisa di bantah Hadirmu memberikan lukisan Pada jingga di langit jiwa Wajahmu sembunyikan segala cuaca Aku terbenam di sudut matamu Ketika burung burung Telah pulang ke sarang Cakrawalapun hilang di garis langit Semburat merah memudar Tinggal untai kata terakhir yang terlintas berbisik merdu Isak tangis tumpah ruah Ruangan menjadi ladang air mata Aku hanya bisa memandangi Raga yang tertutup kelambu Dan untaian doa mengiringimu Dikeganasan dunia yang hilang -----000----

Finalis Puisi 2

Tanyakan Pada Riuh Air Kiky S.P Kekosongan datang dalam hitungan jam. Hanya riuh air terdengar, di tengah-tengah bangunan yang menjelma hampa. Siang tadi, nuansa tak begitu datarnya. Ada tawa disudut sana. Ada diam disudut lainnya. Beberapa sibuk dengan gadget dan sesekali tertawa bersama. Beberapa lainnya tenang membolak-balikkan catatan kecil. Tembok dan tanaman sengaja membisu. Menyaksikan keramahtamahan yang mereka buat. Angin hanya mampir beberapa waktu. Mendinginkan kepala yang disesaki peristiwa. Sendu, entah apa yang menjadi talu. Pagi tadi, Beberapa raga memakai jas putih. Lalu membolak-balikkan secarik kertas. Berjalan kesana-kemari, raut itu tegang menanti. Yang lain cukup berjalan kecil, duduk-duduk dan menyimak tugas. Beberapa lainnya menikmati paparan dosen dalam presentasi. Tertidur, bermain gadget, menulis, diam, bingung, adalah bagian dalam ruangan itu. Ruang lain di sudut tampak ramai, penuh gaduh dan obrolan diseti

Finalis Naskah Puisi 1

Lakon si Kuasa (Imroatus) Nafas hanya memburu puja Mengusir sang hitam Menanam sang putih Menyalakan kamera dunia Merekam memorabilita lingkaran nafas Siapa peduli ? Ini kameraku Namun..... Tiba-tiba sang kamera menjelma menjadi telaga Euforia lenyap ditelan sang hitam Nafas berbaur dengan nafas lain Nafas sang pendamai menjadi cerita Nafas kini menjadi serangga Menggerogoti alat pendamai Akibat sang nafas ditelan sang hitam Kursi kepalan semakin hitam Langit mulai gelap Hujan turun sebagai rintihan pada tanah Tahah tak bisa pasrah tanpa alat pendamai Jangan salahkan sang puja Sang puja meletakkan tugas pada nafas Kedua telaga kamera mulai tumpah Hanya mengalir tanpa lakon Itulah khalifah penuh hitam Sehitam langit yang membengkak Sang angin pun ikut andil dalam urusan ini Dan lihatlah Lingkaran kehidupan merintih terkoyak Nafas tercabik dengan lakonnya sendiri Inilah hitam menguasai nafas diatas putih Sumber: Google.c