Apakah ada suatu kesalahan tentang bahasa? Apakah ada bahasa yang paling benar di sini? Apakah ada bahasa yang wajib digunakan dan juga wajib untuk dibuang? Yang saya tahu di kampus itu banyak terdapat mahasiswa yang datang untuk menuntut ilmu dimana mereka berasal dari berbagai macam daerah, adat istiadat, latar belakang, agama, suku, dan bahasa yang berbeda.
Hal yang paling mencolok di kawasan kampus UNEJ adalah tentang perbedaan bahasa, mungkin karena bahasa adalah alat sosialisasi yang paling utama. Fenomena yang terjadi pada saat terjadi kontak bicara baik itu sesama suku ataupun juga antar suku. Sekedar cerita saja, cerita ini adalah cerita yang saya alami sendiri pada saat saya sedang makan di kantin. Pada waktu itu saya sedang berbicara dengan teman saya yang memakai bahasa madura dan kebetulan di samping saya ada teman perempuan saya yang sedang ngobrol dengan temannya dengan memakai bahasa jawa, ketika saya ngomong dengan teman saya tiba-tiba ada komentar yang berbunyi ”ojok ngomong bahasa planet lah rek”.
Mendengar kata itu saya merasa tersinggung karena saya sedikit terbatasi dalam hal berbicara dengan menggunakan bahasa daerah. Saya menyadari bahwa disini ada suatu suku yang tidak mengerti bahasa suku yang lainnya, tetapi bukan berarti mereka boleh komentar dengan nada demikian. Dari cerita ini dapat disimpulkan bahwa ada tuntutan bagi suku tersebut untuk belajar bahasa dari suku yang lain. Sejalan dengan proses tersebut juga ada suatu suku yang sedikit fanatik dengan bahasa suku yang lain, mungkin karena suku tersebut menganggap bahwa suku yang lainnya dianggap suku yang kasar ataupun mereka tersugesti oleh anggapan tersebut sehingga mereka takut tertular karakter kasarnya.
Selain itu, di kawasan kampus UNEJ ini didominasi oleh suku bahasa tertentu, dimana bahasa tersebut mungkin adalah bahasa sehari-hari, bisa dikatakan bahasa pemersatu di kawasan kampus, saya ambil contoh bahasa jawa. Bagaimana tidak? Sehari-hari bahasa jawa sering dan bahkan mengalahkan bahasa Indonesia sekalipun. Bahasa ini digunakan baik di forum non formal ataupun forum formal seperti rapat.
Dampak dari kejadian ini adalah terjadi pengasingan bahasa selain bahasa yang digunakan di kawasan kampus ini mungkin karena suku yang lain malu dengan bahasanya sendiri ataupun mereka ingin bergaya dengan tujuan agar dianggap suku asli di sini dan ada pula yang merasa tersiksa karena terpaksa tidak menggunakan bahasa daerahnya sendiri, mungkin karena kalau memakai bahasanya sendiri orang yang berbahasa asli di daerah sini tidak mengerti dan bahkan di olok-olok dibilang bahasa planet.
Hal yang positif dan negatif ada di sini. Positifnya, ada satu suku yang bisa belajar dan tahu bahasa suku yang lain, sisi negatifnya adalah bahasa Indonesia tidak sering dipakai dan akhirnya ketika memakai bahasa Indonesia mereka tidak berdasar pada penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar karena terbiasa dengan bahasa setengah baku.
Sebagai mahasiswa yang intelek setidaknya kita menjadi mahasiswa yang selalu memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan situasi dan kondisi, tujuannya adalah sebagai bahasa pemersatu Negara Indonesia. [M.Ridho]
Hal yang paling mencolok di kawasan kampus UNEJ adalah tentang perbedaan bahasa, mungkin karena bahasa adalah alat sosialisasi yang paling utama. Fenomena yang terjadi pada saat terjadi kontak bicara baik itu sesama suku ataupun juga antar suku. Sekedar cerita saja, cerita ini adalah cerita yang saya alami sendiri pada saat saya sedang makan di kantin. Pada waktu itu saya sedang berbicara dengan teman saya yang memakai bahasa madura dan kebetulan di samping saya ada teman perempuan saya yang sedang ngobrol dengan temannya dengan memakai bahasa jawa, ketika saya ngomong dengan teman saya tiba-tiba ada komentar yang berbunyi ”ojok ngomong bahasa planet lah rek”.
Mendengar kata itu saya merasa tersinggung karena saya sedikit terbatasi dalam hal berbicara dengan menggunakan bahasa daerah. Saya menyadari bahwa disini ada suatu suku yang tidak mengerti bahasa suku yang lainnya, tetapi bukan berarti mereka boleh komentar dengan nada demikian. Dari cerita ini dapat disimpulkan bahwa ada tuntutan bagi suku tersebut untuk belajar bahasa dari suku yang lain. Sejalan dengan proses tersebut juga ada suatu suku yang sedikit fanatik dengan bahasa suku yang lain, mungkin karena suku tersebut menganggap bahwa suku yang lainnya dianggap suku yang kasar ataupun mereka tersugesti oleh anggapan tersebut sehingga mereka takut tertular karakter kasarnya.
Selain itu, di kawasan kampus UNEJ ini didominasi oleh suku bahasa tertentu, dimana bahasa tersebut mungkin adalah bahasa sehari-hari, bisa dikatakan bahasa pemersatu di kawasan kampus, saya ambil contoh bahasa jawa. Bagaimana tidak? Sehari-hari bahasa jawa sering dan bahkan mengalahkan bahasa Indonesia sekalipun. Bahasa ini digunakan baik di forum non formal ataupun forum formal seperti rapat.
Dampak dari kejadian ini adalah terjadi pengasingan bahasa selain bahasa yang digunakan di kawasan kampus ini mungkin karena suku yang lain malu dengan bahasanya sendiri ataupun mereka ingin bergaya dengan tujuan agar dianggap suku asli di sini dan ada pula yang merasa tersiksa karena terpaksa tidak menggunakan bahasa daerahnya sendiri, mungkin karena kalau memakai bahasanya sendiri orang yang berbahasa asli di daerah sini tidak mengerti dan bahkan di olok-olok dibilang bahasa planet.
Hal yang positif dan negatif ada di sini. Positifnya, ada satu suku yang bisa belajar dan tahu bahasa suku yang lain, sisi negatifnya adalah bahasa Indonesia tidak sering dipakai dan akhirnya ketika memakai bahasa Indonesia mereka tidak berdasar pada penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar karena terbiasa dengan bahasa setengah baku.
Sebagai mahasiswa yang intelek setidaknya kita menjadi mahasiswa yang selalu memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan situasi dan kondisi, tujuannya adalah sebagai bahasa pemersatu Negara Indonesia. [M.Ridho]
Komentar
Posting Komentar