Pengamen, begitulah sebutan bagi para musisi jalanan saat ini. Lewat suara dan musik yang kedengarannya sederhana, selalu setia mengisi ruang dengar penikmat angkutan umum semisal bus. Dari ide kreatifnya, mereka bisa menelurkan karya-karya apik yang tak kalah dengan para musisi besar. Bahkan, mereka lebih berani mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap berat sebelah antara si miskin dan si kaya. Sangat berbeda jika dibanding dengan kaum musisi besar yang hanya didominasi oleh tema cinta.
Seseorang Pengamen tidak hanya bertujuan untuk mencari nafkah, ada juga yang hanya ingin mencari pengalaman hidup. Mereka menciptakan dan membawakan sebuah lagu dengan sekreatif mungkin agar pendengar tertarik dan uangpun bisa diraup. Mereka juga sering membawakan lagu-lagu up to date yang secara tak langsung menjadi ajang promosi para musisi besar ataupun yang baru meniti karir.
Kadangkala, Pengamen menggabungkan kata sehari-hari sebagai sebuah lagu. Bahkan pernah ada pengamen di terminal Bungur asih-Surabaya menggunakan multi-bahasa (sunda, jawa, inggris, Indonesia, Madura dan bali digabung menjadi satu) hingga membuat penikmatnya tertawa terbahak-bahak karena kesemrawutan lagunya, walaupun hanya dengan durasi yang amat singkat.
Kehidupan pengamen dalam bermasyarakat sendiri tak ubahnya seperti orang lain pada umumnya. Mereka berinteraksi dengan baik meski bertampang sangar dengan banyak tato di sekujur tubuhnya. Salah satunya adalah andre (nama samaran) 23 tahun. Tampangnya yang sangar dengan rambut gaya punk ala anak metal tersebut mengaku bahwa dirinya tak pernah berniat menakuti orang lain dengan tampang garangnya itu. “Engko’ agaya nga’ rea ma’le esegani bi’ pengamen laen, benni malah nako’e penumpang bis (saya berpenampilan seperti ini agar disegani oleh pengamen lain, bukan malah menakut-nakuti penumpang bus)” tegasnya. Dia mengaku, sebenarnya dia lebih suka aliran dangdut daripada aliran musik lain. Karena tuntutan profesi sajalah dia bertampang seperti ini.
Profesi sebagai pengamen yang andre tekuni selama ini disebabkan oleh faktor ekonomi. Selain itu, ia merasa tidak ada pekerjaan yang cocok sesuai kemampuannya, dengan pendidikan yang hanya sampai tingkat SD selain sebagai pengamen. Hasil dari mengamen ia pergunakan untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Uang tersebut juga ia sisihkan buat membantu orang tuanya untuk menyekolahkan adik sematawayangnya yang masih menginjak kelas 5 SD.
Andre merupakan satu contoh dari sebagian besar pengamen bertampang sangar dan bertato. Memang ia tidak bisa mewakili dari keseluruhan pengamen tersebut, tapi hal ini bisa dijadikan pustaka rujukan bahwa tidak semua pengamen yang sangar dan bertato selalu bertindak anarki seperti anggapan dari sebagian besar masyarakat.
Apabila kita memandang lebih bijak lagi, sebenarnya seorang pengamen tak berbeda dengan kaum musisi besar, mungkin hanya nasiblah yang membedakan mereka. Banyak suara pengamen yang kedengarannya fals, namun tak jarang kaum musisi besar yang juga bersuara fals. Jika ditelusuri lebih jauh lagi, ada musisi besar (misal: Peterpan, ST 12, dan Kangen Band), mengawali karirnya dengan turun ke jalan sebagai pengamen. So, jangan anggap remeh pengamen jalanan. Mereka juga manusia, punya rasa, punya hati.[ Eko w]
Seseorang Pengamen tidak hanya bertujuan untuk mencari nafkah, ada juga yang hanya ingin mencari pengalaman hidup. Mereka menciptakan dan membawakan sebuah lagu dengan sekreatif mungkin agar pendengar tertarik dan uangpun bisa diraup. Mereka juga sering membawakan lagu-lagu up to date yang secara tak langsung menjadi ajang promosi para musisi besar ataupun yang baru meniti karir.
Kadangkala, Pengamen menggabungkan kata sehari-hari sebagai sebuah lagu. Bahkan pernah ada pengamen di terminal Bungur asih-Surabaya menggunakan multi-bahasa (sunda, jawa, inggris, Indonesia, Madura dan bali digabung menjadi satu) hingga membuat penikmatnya tertawa terbahak-bahak karena kesemrawutan lagunya, walaupun hanya dengan durasi yang amat singkat.
Kehidupan pengamen dalam bermasyarakat sendiri tak ubahnya seperti orang lain pada umumnya. Mereka berinteraksi dengan baik meski bertampang sangar dengan banyak tato di sekujur tubuhnya. Salah satunya adalah andre (nama samaran) 23 tahun. Tampangnya yang sangar dengan rambut gaya punk ala anak metal tersebut mengaku bahwa dirinya tak pernah berniat menakuti orang lain dengan tampang garangnya itu. “Engko’ agaya nga’ rea ma’le esegani bi’ pengamen laen, benni malah nako’e penumpang bis (saya berpenampilan seperti ini agar disegani oleh pengamen lain, bukan malah menakut-nakuti penumpang bus)” tegasnya. Dia mengaku, sebenarnya dia lebih suka aliran dangdut daripada aliran musik lain. Karena tuntutan profesi sajalah dia bertampang seperti ini.
Profesi sebagai pengamen yang andre tekuni selama ini disebabkan oleh faktor ekonomi. Selain itu, ia merasa tidak ada pekerjaan yang cocok sesuai kemampuannya, dengan pendidikan yang hanya sampai tingkat SD selain sebagai pengamen. Hasil dari mengamen ia pergunakan untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Uang tersebut juga ia sisihkan buat membantu orang tuanya untuk menyekolahkan adik sematawayangnya yang masih menginjak kelas 5 SD.
Andre merupakan satu contoh dari sebagian besar pengamen bertampang sangar dan bertato. Memang ia tidak bisa mewakili dari keseluruhan pengamen tersebut, tapi hal ini bisa dijadikan pustaka rujukan bahwa tidak semua pengamen yang sangar dan bertato selalu bertindak anarki seperti anggapan dari sebagian besar masyarakat.
Apabila kita memandang lebih bijak lagi, sebenarnya seorang pengamen tak berbeda dengan kaum musisi besar, mungkin hanya nasiblah yang membedakan mereka. Banyak suara pengamen yang kedengarannya fals, namun tak jarang kaum musisi besar yang juga bersuara fals. Jika ditelusuri lebih jauh lagi, ada musisi besar (misal: Peterpan, ST 12, dan Kangen Band), mengawali karirnya dengan turun ke jalan sebagai pengamen. So, jangan anggap remeh pengamen jalanan. Mereka juga manusia, punya rasa, punya hati.[ Eko w]
Komentar
Posting Komentar