Desiran ombak menerjang bebatuan di pinggiran pantai. Terlihat cuaca cerah dan matahari cocok untuk berlayar. Tetapi ombak-ombak sedang dalam keadaan yang tidak bersahabat. Hampir semua kapal para nelayan sedang parkir di sepanjang tepi pantai. Mereka takut untuk berlayar melihat keadaan ombak yang begitu ganas dan cuaca yang tak tentu.
Bulan penghujan memang bulan yang tidak disukai para nelayan di daerah pantai selatan. Hal ini disebabkan ombak pada bulan tersebut mengganas dari ombak pada bulan kemarau. Biasanya bulan ke-12 merupakan awal krisis ikan bagi para nelayan. Pada posisi bulan ke-12, 1, 2 dan 3 adalah masa-masa istirahat para nelayan. Namun tidak semua nelayan tidak bisa berlayar. Nelayan tradisional masih dapat berlayar meskipun resikonya cukup besar, sedangkan posisi bulan ke-6, 7, 8 dan 9 merupakan fase panen raya. ”Biasanya dari bulan 6, 7, 8 dan 9 itu pasti sudah dikatakan pasti adalah katakanlah. Untuk panen rayanya ya itu dari bulan 7, 8 dan 9. Mulai keluar awal, bulan 6 ujar Ahmad Surito. Beliau menambahkan ”Ya mungkin nanti gini, dari bulan 12 ini mulai istirahat total udah, bisa-bisa mencapai 6 bulan kadang kala (sambil tertawa)”.
Semua nelayan sudah melakukan penangkapan dengan cara yang tradisional, terutama nelayan berkapal besar sehingga tidak lagi membahayakan lingkungan. Meskipun sudah banyak nelayan yang beralih ke cara yang tradisional, namun tetap saja ada nelayan yang melakukan penangkapan dengan penggunaan potassium dan bahan peledak. ”Perahu yang numpang kompresor penyelam itu khususnya, untuk penyelam juga nelayan, yang pake potassium itu pake lobster, e... ngambil lobster. Jadi nelayan yang ngambil lobster itu pake potassium. Kalo peledak itu daerah Puger, kalo Watu Ulo ngga ada” ujar lelaki 43 tahun yang akrab dipanggil Surito. Rata-rata nelayan di daerah Papuma merupakan warga Dusun Watu Ulo.
Segala jenis ikan ditangkap ketika berlayar. Mulai dari tongkol, lemuru, layang, pindang, dan segala jenis ikan yang ada di pantai Papuma. Jika sedang panen hasil tangkapan ini dijual ke daerah-daerah luar. Misalnya saja untuk ikan pindang, jika penangkapannya sedang melimpah, penjualan mencakup wilayah Jember, Bondowoso ,Surabaya, Malang, dan Madura. Tetapi jika hasil kurang memuaskan, pindang yang dapat ditangkap hanya untuk kawasan Jember dan Bondowoso serta kepada penduduk sekitar Watu Ulo.
Memang nasib bekerja di laut, pada bulan ini (musim hujan) potensi ikan drastis tidak ada. Padahal baru saja memasuki bulan ke-12. Bagaimana para nelayan bisa menghidupi keluarganya selama 4 hingga 6 bulan tak berlaut? Ternyata beberapa nelayan merangkap pekerjaan yaitu sebagai petani. Selain itu sudah banyak nelayan yang menabung hasil penjualan dan menginvestasikan dalam bentuk emas. ”Nelayan hidup di pinggir pantai itu pinter-pinterlah menabung jadi pas panen raya”. jelas warga Dusun Watu Ulo yang sudah berlayar sejak umur 20 tahun itu.
Tidak seperti pada tahun 1973, dimana pada saat itu nelayan tidak mengenal bank dan hasil tangkapan langsung dihabiskan. Sehingga pada masa-masa krisis ikan seperti ini, tidak ada perabot rumah tangga yang melayang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak untuk nelayan sekarang, ketika sedang masa istirahat seperti ini mereka tidak akan bingung untuk membuat dapur tetap selalu ngebul.
[Faisal dan Antin 2009, anak magang ALPHA]
Bulan penghujan memang bulan yang tidak disukai para nelayan di daerah pantai selatan. Hal ini disebabkan ombak pada bulan tersebut mengganas dari ombak pada bulan kemarau. Biasanya bulan ke-12 merupakan awal krisis ikan bagi para nelayan. Pada posisi bulan ke-12, 1, 2 dan 3 adalah masa-masa istirahat para nelayan. Namun tidak semua nelayan tidak bisa berlayar. Nelayan tradisional masih dapat berlayar meskipun resikonya cukup besar, sedangkan posisi bulan ke-6, 7, 8 dan 9 merupakan fase panen raya. ”Biasanya dari bulan 6, 7, 8 dan 9 itu pasti sudah dikatakan pasti adalah katakanlah. Untuk panen rayanya ya itu dari bulan 7, 8 dan 9. Mulai keluar awal, bulan 6 ujar Ahmad Surito. Beliau menambahkan ”Ya mungkin nanti gini, dari bulan 12 ini mulai istirahat total udah, bisa-bisa mencapai 6 bulan kadang kala (sambil tertawa)”.
Semua nelayan sudah melakukan penangkapan dengan cara yang tradisional, terutama nelayan berkapal besar sehingga tidak lagi membahayakan lingkungan. Meskipun sudah banyak nelayan yang beralih ke cara yang tradisional, namun tetap saja ada nelayan yang melakukan penangkapan dengan penggunaan potassium dan bahan peledak. ”Perahu yang numpang kompresor penyelam itu khususnya, untuk penyelam juga nelayan, yang pake potassium itu pake lobster, e... ngambil lobster. Jadi nelayan yang ngambil lobster itu pake potassium. Kalo peledak itu daerah Puger, kalo Watu Ulo ngga ada” ujar lelaki 43 tahun yang akrab dipanggil Surito. Rata-rata nelayan di daerah Papuma merupakan warga Dusun Watu Ulo.
Segala jenis ikan ditangkap ketika berlayar. Mulai dari tongkol, lemuru, layang, pindang, dan segala jenis ikan yang ada di pantai Papuma. Jika sedang panen hasil tangkapan ini dijual ke daerah-daerah luar. Misalnya saja untuk ikan pindang, jika penangkapannya sedang melimpah, penjualan mencakup wilayah Jember, Bondowoso ,Surabaya, Malang, dan Madura. Tetapi jika hasil kurang memuaskan, pindang yang dapat ditangkap hanya untuk kawasan Jember dan Bondowoso serta kepada penduduk sekitar Watu Ulo.
Memang nasib bekerja di laut, pada bulan ini (musim hujan) potensi ikan drastis tidak ada. Padahal baru saja memasuki bulan ke-12. Bagaimana para nelayan bisa menghidupi keluarganya selama 4 hingga 6 bulan tak berlaut? Ternyata beberapa nelayan merangkap pekerjaan yaitu sebagai petani. Selain itu sudah banyak nelayan yang menabung hasil penjualan dan menginvestasikan dalam bentuk emas. ”Nelayan hidup di pinggir pantai itu pinter-pinterlah menabung jadi pas panen raya”. jelas warga Dusun Watu Ulo yang sudah berlayar sejak umur 20 tahun itu.
Tidak seperti pada tahun 1973, dimana pada saat itu nelayan tidak mengenal bank dan hasil tangkapan langsung dihabiskan. Sehingga pada masa-masa krisis ikan seperti ini, tidak ada perabot rumah tangga yang melayang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak untuk nelayan sekarang, ketika sedang masa istirahat seperti ini mereka tidak akan bingung untuk membuat dapur tetap selalu ngebul.
[Faisal dan Antin 2009, anak magang ALPHA]
Komentar
Posting Komentar