Sebagai objek wisata, pantai Papuma juga menjadi ladang untuk mengais rejeki bagi para pedagang. Dagangan yang dijajakan pun beragam, mulai dari makanan-minuman ringan (mamiri) hingga pernak-pernik accesoris yang terbuat dari bahan-bahan laut. Cara mereka menjajakan dagangannya pun juga bervariasi, dari yang membuka tenda kecil-kecilan, membuka toko permanen bahkan ada yang menjajakan dagangannya dengan mondar-mandir di pinggir pantai menggunakan motornya.
Kebutuhan para pengunjung untuk menikmati keindahan pantai papuma lebih sempurna dengan adanya para pedagang ini. Namun, Situasi ini berbanding terbalik dengan keadaan para pedagang itu sendiri, karena tidak setiap hari pantai papuma ramai pengunjung. Ditambah lagi, kebijakan yang diambil oleh pengelola pantai papuma mengenai pajak bulanan yang dikenakan bagi para pedagang.
Sekitar pada bulan november 2009, pengelola pantai pamuma berpindah tangan dari yang dulunya dikelola oleh KPH (Kesatuan Pemangku Hutan) digantikan oleh KBM (Kesatuan Bisnis Mandiri), sehingga berdampak kepada kebijakan tarif pajak kepada para pedagang yang semakin naik. Alasannya, KBM menargetkan anggaran yang harus didapat tiap tahun mencapai 300 juta dari hasil penjualan tiket masuk pengunjung yang datang dan pajak yang dikenakan kepada para pedagang, seperti yang diungkapkan oleh Pak Turianto (45 tahun), seorang pedagang rujak di pantai papuma.
Untuk pedagang yang membuka tenda kecil di pesisir pantai dikenakan 50 ribu per bulan. Sedangkan untuk yang berada di toko permanen berukuran kecil dikenai 75 ribu per bulan dan 150 ribu per bulan untuk toko permanen yang berukuran besar. Untuk pedagang asongan bermotor yang mondar-mandir di sepanjang pantai dikenai 25 ribu per bulan. Alasan mereka dengan menaikkan pajak yang dikenakan pada para pedagang sangatlah tidak masuk akal, padahal pantai pamuma tidak setiap hari ramai oleh pengunjung. Sebelum pengelola pantai pamuma dipindahtangankan, pedagang hanya dikenai iuran 2000 per minggu. Iuran tersebut digunakan untuk dana suro-an yang diadakan tiap tahun.
Pengunjung pantai papuma tidak stabil, hanya rame pada hari-hari tertentu saja, yaitu pada akhir pekan dan hari libur serta hari besar. Sehingga mayoritas dari mereka hanya berjualan pada hari-hari rame saja. Karena pada hari aktif sangat sepi dari pengunjung. Hal ini terjadi karena dari pengelola sendiri tidak mau mengadakan event-event bergengsi yang dapat menaikkan jumlah pengunjung yang datang. Pengelola hanya mengadakan event suro-an yang diadakan satu tahun sekali. Mereka juga rata-rata sudah lama berjualan di pantai papuma, bahkan ada yang puluhan tahun. Di antara mereka, ada juga yang berjualan dari usaha turun-temurun keluarga. Mereka buka pada pagi hari hingga sore hari, jarang dari mereka yang buka hingga malam hari kecuali mereka yang memiliki toko permanen, itu pun hanya jika ada pengunjung yang bermalam di pantai pamuma. Sebagian besar dari meraka pulang ke rumah masing-masing saat toko dagangannya tutup.
Para pedagang banyak yang mengeluh dengan sepinya pengunjung dan dinaikkannya pajak bulanan yang dikenakan. Mereka berharap pengelola pantai pamuma dapat mengerti dengan keadaan yang menimpa mereka dengan menurunkan tarif pajak bulanan. Tapi apa daya, mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk melawan kebijakan yang ditetapkan pengelola pantai papuma.
[budi dan Rupi 2009, Anak Magang ALPHA]
Kebutuhan para pengunjung untuk menikmati keindahan pantai papuma lebih sempurna dengan adanya para pedagang ini. Namun, Situasi ini berbanding terbalik dengan keadaan para pedagang itu sendiri, karena tidak setiap hari pantai papuma ramai pengunjung. Ditambah lagi, kebijakan yang diambil oleh pengelola pantai papuma mengenai pajak bulanan yang dikenakan bagi para pedagang.
Sekitar pada bulan november 2009, pengelola pantai pamuma berpindah tangan dari yang dulunya dikelola oleh KPH (Kesatuan Pemangku Hutan) digantikan oleh KBM (Kesatuan Bisnis Mandiri), sehingga berdampak kepada kebijakan tarif pajak kepada para pedagang yang semakin naik. Alasannya, KBM menargetkan anggaran yang harus didapat tiap tahun mencapai 300 juta dari hasil penjualan tiket masuk pengunjung yang datang dan pajak yang dikenakan kepada para pedagang, seperti yang diungkapkan oleh Pak Turianto (45 tahun), seorang pedagang rujak di pantai papuma.
Untuk pedagang yang membuka tenda kecil di pesisir pantai dikenakan 50 ribu per bulan. Sedangkan untuk yang berada di toko permanen berukuran kecil dikenai 75 ribu per bulan dan 150 ribu per bulan untuk toko permanen yang berukuran besar. Untuk pedagang asongan bermotor yang mondar-mandir di sepanjang pantai dikenai 25 ribu per bulan. Alasan mereka dengan menaikkan pajak yang dikenakan pada para pedagang sangatlah tidak masuk akal, padahal pantai pamuma tidak setiap hari ramai oleh pengunjung. Sebelum pengelola pantai pamuma dipindahtangankan, pedagang hanya dikenai iuran 2000 per minggu. Iuran tersebut digunakan untuk dana suro-an yang diadakan tiap tahun.
Pengunjung pantai papuma tidak stabil, hanya rame pada hari-hari tertentu saja, yaitu pada akhir pekan dan hari libur serta hari besar. Sehingga mayoritas dari mereka hanya berjualan pada hari-hari rame saja. Karena pada hari aktif sangat sepi dari pengunjung. Hal ini terjadi karena dari pengelola sendiri tidak mau mengadakan event-event bergengsi yang dapat menaikkan jumlah pengunjung yang datang. Pengelola hanya mengadakan event suro-an yang diadakan satu tahun sekali. Mereka juga rata-rata sudah lama berjualan di pantai papuma, bahkan ada yang puluhan tahun. Di antara mereka, ada juga yang berjualan dari usaha turun-temurun keluarga. Mereka buka pada pagi hari hingga sore hari, jarang dari mereka yang buka hingga malam hari kecuali mereka yang memiliki toko permanen, itu pun hanya jika ada pengunjung yang bermalam di pantai pamuma. Sebagian besar dari meraka pulang ke rumah masing-masing saat toko dagangannya tutup.
Para pedagang banyak yang mengeluh dengan sepinya pengunjung dan dinaikkannya pajak bulanan yang dikenakan. Mereka berharap pengelola pantai pamuma dapat mengerti dengan keadaan yang menimpa mereka dengan menurunkan tarif pajak bulanan. Tapi apa daya, mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk melawan kebijakan yang ditetapkan pengelola pantai papuma.
[budi dan Rupi 2009, Anak Magang ALPHA]
Komentar
Posting Komentar