Langsung ke konten utama

Usia Bukan Alasan Bagi Nenek Penjual Mie

Jika berjalan-jalan dijalan Jawa 7 pada malam hari, di sebelah timur tembok kampus didekat fakultas MIPA, kita mungkin akan menemui sebuah warung yang menjual gado-gado dan mie ayam disitu. Lokasinya tepat berada di depan sebuah rumah kos yang bangunannya mirip sebuah sekolah dasar. Pada malam hari cukup sedikit mahasiswa yang makan di sana, meski bisa dibilang, tempat tersebut adalah satu-satunya warung yang menjual gado-gado di lokasi itu. Walaupun begitu keberadaan warung seperti itu cukup membantu mengingat lokasi di sana agak jauh dari keramaian.
Warung itu dijaga oleh seorang ibu atau nenek melihat wajahnya yang sepertinya sudah cukup tua, namun rambutnya masih hitam. Bu Bud, begitu panggilan orang-orang sekitar terhadapnya. Namanya sendiri adalah Tarmi. Bud sendiri sebenarnya adalah nama panggilan almarhum anaknya dulu, Budi. Bu Bud ini biasanya berjualan mie dari sore hingga larut malam.
Ibu ini punya manajemen cukup unik tentang kapan dia menutup warungnya. “Nek bumbune mie ne wis entek, yo aku mole cong. Tapi nek gak entek yo tetep ndek kene sampek tengah malem, nek ngantuk yo turu-turuan kadang. Seng iku yo sek enek arek messen mie jam sijian yo tak gawekno” ( Saya pulang kalau bumbu mienya habis. Tetapi kalau masih ada saya disini sampai tengah malam, kalau ngantuk sambil tidur-tiduran. Waktu itu ada anak-anak pesan mie jam satu, ya saya buatkan).
Mie dan gado-gado yang dijual Bu Bud cukup murah, hanya tiga ribu rupiah saja. Murah jika dibandingkan porsinya yang “wow”. Apabila tidak terbiasa, makan separuh porsi saja rasanya sudah ingin muntah karena enek atau kekenyangan. Ketika ditanyakan pekerjaannya yang lain, ibu atau nenek ini mengatakan bahwa dirinya dan suaminya tidak mempunyai pekerjaan lainnya.
Tambahan penghasilan biasanya didapat dari juragan kos, dari kosan yang dijaga Bu Bud dan suaminya, yaitu kosan yang model bangunannya mirip sekolah dasar itu. Sebenarnya Bu Bud dan suaminya hanya membantu anak kos di sana membayar uang kosannya. Namun pada akhirnya Bu Bud dan Pak Bud dipercaya oleh pemilik kosan untuk menjaga, mengurus dan menerima pembayaran rumah kos tersebut. Bu Bud juga menyatakan bahwa pengelola kosan sebelumnya pernah menggelapkan uang pembayaran dan kabur.
Biasanya Bu Bud menerima bayaran dari pemilik kos secara sukarela, tidak banyak, hanya 100-200 ribu tiap menyetorkan uang pembayaran yang sebenarnya tidak rutin setiap bulannya. Dengan penghasilan seminim itu, Bu Bud masih harus mengurus dan memberi makan seorang anak perempuannya dan lima orang cucunya. Maklum, orang tua mereka (anak-anak Bu Bud) sibuk bekerja di tempat jauh. Ada yang bekerja di Jakarta, menjadi TKI, TKW, dan lain-lain.
Jadi, Bu Bud-lah yang membesarkan cucunya karena orang tuanya enggan mengurus mereka. Tidak jelas apa yang membuat anak-anak Bu Bud meninggalkan putra-putri mereka pada neneknya. Ketika ditanyai mengenai hal tersebut Bu Bud mengatakan bahwa anak-anaknya terlalu sibuk bekerja nun jauh disana, apalagi Bu Bud sudah menganggap cucu mereka seperti anak sendiri.
Ibu Hadi (bukan nama sebenarnya) salah seorang tetangganya juga turut prihatin atas kondisi Bu Bud dan keluarganya. “ Kasian Bu Bud itu, cucunya sama anak-anaknya banyak, padahal suaminya nganggur juga” katanya. Dulu Bu Bud pernah berjualan nasi di fakultas pertanian dan laku sekali. Jadi, beliau sebenarnya sudah akrab dengan mahasiswa sejak awal perkembangan Universitas Jember ini. Setelah ada pembangunan di sana, warung Bu Bud tergusur dan pindah berjualan di alun-alun, yang ternyata juga laku sekali.
Dulu, biasanya Pak Bud setiap harnya bekerja sebagai tukang becak. “ Saya sudah lima puluh tahun narik becak. Kalau dulu belum ada lin, keluar setengah jam saja sudah dapat uang. Waktu ada lin, dapetnya mulai sedikit. Nah, pas ada kreditan sepeda motor itu, becak mati.” Kata pak Bud.
Beliau mengakui, mendapatkan penghasilan yang cukup banyak sehingga bisa menyekolahkan anak-anaknya, bahkan diantaranya ada yang sampai sarjana dan bekerja di Jakarta. Karena lelah dan memandang umurnya yang sudah cukup senja, Bu Bud memutuskan berhenti berjualan di alun-alun dan menjual mie di dekat rumahnya sampai sekarang. Diakuinya walaupun berjualan nasi di alun-alun pendapatannya cukup banyak, namun pekerjaan itu sangat melelahkan.
Bagaimanapun, usaha dan kerja keras Bu Bud perlu ditiru. Dalam usianya yang senja beliau masih bersemangat dalam berwirausaha demi memenuhi kebutuhannya sendiri, bahkan orang-orang disekitarnya. Tak harus perempuan itu bergantung pada laki-laki. Bila seorang nenek bisa, mengapa kita yang masih segar ini tak mencoba memberikan sumbangsih yang lebih besar?[Abd. Nasir& Jaka Hendari]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jawaban Rektor UNEJ Terkait Pelantikan Dekan

Jawaban Rektor UNEJ Terkait Pelantikan Dekan Oleh: Nurul Mahmuda K egaduhan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F MIPA ) terkait pelantikan dekan baru periode 2016-2020 sudah tercium sejak akhir 2015. Isu mengenai Rektor Universitas Jember (UNEJ) yang tidak melantik dekan dengan perolehan suara tertinggi menjadi fakta yang harus diterima oleh warga FMIPA. Kamis (14/01) bertempat di Gedung Rektorat Universitas Jember, pelantikan Dekan baru FMIPA telah dilangsungkan. Berdasarkan hasil pemberian pertimbangan oleh senat fakultas yang berupa pemungutan suara menyebutkan bahwa perolehan suara tertinggi adalah Dr. Kahar Muzakhar, S.Si., namun dekan FMIPA yang dilantik yaitu Drs . Sujito , Ph.D . yang memiliki selisih tiga suara. Hal ini menuai protes dari beberapa lini di FMIPA. Beberapa Senat fakultas, dosen, mahasiswa maupun karyawan memprotes dan menyayangkan mengenai kejadian ini. Seperti halnya Itok Dwi, mahasiswa kimia 2012, menganggap bahwa pemu

Manajemen Redaksi

Salam Persma..... Perlu diketahui bahwa....berjalannya suatu lembaga pers ternyata tak hanya menga cu pada proses redaksi , yang dim ulai dari proses hunting sampai printing saja. Sebagai sebuah organisasi, lembaga pers juga mem erlukan pe n gaturan manajemen secara umum. Manajemen redaksi pers mahasiswa sendiri adalah : keseluruhan dari proses pengaturan sumber daya dalam melakukan kinerja penerbitan (menyangkut  bidang tulis-menulis) ataupun pola pengaturan  dari kinerja redaksi  yang terdapat dalam lingkup aktivitas pers mahasiswa. Lembaga pers biasanya di pimpin oleh pimpinan umum ( General Manager ). Dibawahnya terdapat pemimpin redaksi (manajer  redaksi ) dan pemimpin usaha atau koordinator dana usaha ( marketing manajer ).  Kedua bidang ini, memiliki job descriptions yang berbeda dan terpisah. Tapi keduanya saling mempengaruhi  dan saling mengisi. Redaksi dapat dianggap sebagai ”jantung” dari lembaga pers manapun, s edangkan dana usaha atau marketing ,   seba

Fakultas MIPA selalu sediakan buka Puasa gratis dalam setiap tahunnya

Oleh : Vina Soraya               Marhaban ya Ramadhan, Umat muslim di seluruh dunia tentunya telah menanti datangnya bulan suci ini. Bulan Ramadhan bulan penuh rahmat dan ampunan Allah SWT. Selama bulan suci Ramadhan seluruh umat islam diwajibkan berpuasa penuh selama satu bulan. Tentunya seluruh orang muslim akan berlomba – lomba untuk berbuat kebaikan dalam bulan suci ini. Banyak kegiatan yang bernilai pahala pada saat bulan ini. Salah satu bentuk berbuat kebaikan dalam bulan puasa ini yaitu memberi makan orang yang berpuasa. Memberi makan orang yang berpuasa maka mendapat ganjaran pahala yang setara dengan orang yang sedang berpuasa.             Agenda buka puasa gratis tentunya selalu menjadi agenda tahunan pada setiap masjid – masjid pada saat bulan Ramadhan tak terkecuali Masjid Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember. Agenda buka puasa gratis ini telah dilaksanakan rutin setiap tahunnya. Pada Ramadhan tahun ini buka puasa gratis dilaksanakan sejak tanggal 8-17