Orientasi, Penting
atau Tidak?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengertian orientasi adalah peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat,
dan sebagainya) yang tepat dan benar. Orientasi sudah menjadi salah satu agenda
penting dalam setiap jajaran pendidikan. Baik itu dasar, menengah, atas, atau
pendidikan tinggi. Tidak memandang negeri dan swasta, sekolah dinas juga
mengadakan orientasi untuk pelajar baru. Orientasi bagi beberapa instansi juga
menjadi syarat kelayakan pelajar menimba ilmu dan pengalaman di instansi yang
dimasukinya.
Pro dan kontra adanya orientasi
masih terjadi sampai detik ini. Orientasi tetap menjadi polemik yang tidak
pernah habis dari tahun ke tahun untuk diperbincangkan. Apalagi sampai ada yang
memperdebatkan tentang keberadaan orientasi disetiap instansi pendidikan. Hal
yang banyak dipertanyakan, pentingkah orientasi bagi seorang pelajar yang baru
menapaki dunia pendidikan baru? Melihat sisi positifnya, orientasi salah satu
bagian terpenting dalam mengenalkan lingkungan baru kepada anak didik baru.
Melalui orientasi, diharapkan seorang pelajar mengetahui lingkungan baru
belajarnya yang akan ditempati sampai dia lulus kelak. Orientasi juga menjadi
pengantar dan pengawal sebelum benar – benar akan menjalani aktifitas akdemik
di tempat balajarnya. Biasanya anak didik baru akan diajak keliling lingkungan
tempat belajarnya, diberi serangkaian tugas, serta beberapa atribut yang
digunakan dalam pelaksanaan orientasi. Panitia orientasi seringkali menyuruh
untuk mengenakan atribut yang bermacam – macam, unik, dan lucu. Atribut inilah
yang sering menjadi kontra dalam orientasi.

Sisi
lainnya, berpendapat negatif tentang atribut ini. Seorang anak dianggap
memermalukan dirinya sendiri, berpakaian seperti pengemis, dan dipaksa
menggunakan alat serta atribut yang tidak jelas fungsinya untuk apa. Tindakan perpeloncoan
ini dapat mengganggu psikologis pada seorang anak. Untuk anak–anak yang berada
pada umur dibawah 12 tahun, mereka masih tidak mengerti dengan adanya
perpeloncoan tersebut sehingga apabila disuruh untuk mengenakan atau membawa
atribut yang digunakan untuk orientasi tidak akan merasa malu atau protes
kepada panitia. Sedangkan untuk anak anak yang diatas 12 tahun, khususnya bagi
yang memasuki jenjang SMA atau perkuliahan, dapat mengganggu psikologis mereka.
Karena mereka sudah paham akan lingkungan sekitarnya dan tahu pasti bahwa
mereka bisa menjadi point view yang
akan menjadi pusat perhatian sekitar sehingga akan timbul rasa malu dan merasa
dipermalukan. Hal inilah yang sangat ditakutkan untuk kelangsungan peserta
didik baru selanjutnya setelah masa orientasi dilaksanakan. Bisa jadi mereka
akan mengalami depresi karena mengaggap yang dilakukan panitia untuknya dalam
orientasi adalah percuma dan hanya memermalukan dirinya, bisa juga akan menjadi
orang yang introvert (tertutup) dan
tidak mau mengenal lingkungan karena sudah dipermalukan, bisa juga setelah
mereka masuk dan satu dua tahun kemudian menjadi panitia orientasi, mereka
memanfaatkannya sebagai ajang balas dendam untuk melimpahkan kepada anak baru
agar dapat merasakan apa yang pernah mereka rasakan ketika masa orientasi.
Tentunya ini adalah hal yang tidak baik yang tidak boleh ada dalam setiap
kepanitiaan orientasi.
Kontra semacam ini seharusnya tidak
boleh sampai terjadi. Bagaimanapun, orientasi juga salah satu program dari setiap
instansi pendidikan untuk menyambut peserta didik baru. Pada dasarnya orientasi
harus diisi dengan hal – hal baik, bermanfaat, serta menyenangkan bagi peserta
didik baru. Hal ini bertujuan
agar ketika awal mereka memasuki dunia barunya menjadi betah, senang, memiliki
rasa keingintahuan tinggi dengan tempatnya menimba ilmu, serta mendongkrak
untuk mencapai dan mengukir prestasi ketika sudah aktif nanti.
Masa orientasi boleh–boleh saja
dilakukan, asal masih dalam batas kewajaran, pengawasan dan pembelajaran baik
untuk peserta didik baru. Kegiatan orientasi tidak boleh sampai membahayakan
apalagi menimbulkan korban yang menyangkut nyawanya. Tidak sedikit media yang
memberitakan tentang orientasi peserta didik baru yang menjadi korban bahkan
sampai merenggut nyawa. Salah satunya seperti yang terjadi pada sekolah dinas
yang dikelola kementrian dalam negeri yaitu IPDN(Institut Pendidikan Dalam
Negeri). Dilansir Koran Sindo dan Okezone (4/8/2015), ada beberapa kasus
kematian yang menimpa mahasiswa baru dalam OSPEK. Di antaranya, Ery Rahman,
seorang praja baru Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) yang
sekarang berubah nama menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), pada 3
Maret 2000 meninggal dunia di RS Al-Islam, Bandung pada 3 Maret 2000
karena diduga tewas oleh hukuman para seniornya.
Senior dalam instansi pendidikan
baik sekolah atau kampus adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan. Setiap ada
ritual tahunan orientasi, senior pasti akan ikut andil dalam kegiatan orientasi
tersebut. Efek buruknya, senior selalu bersikeras untuk memberi hukuman berat
kepada peserta didik baru ketika mereka melakukan suatu kesalahan. Hal yang
sangat disayangkan sebenarnya jika senior hanya memberi pembelajaran yang tidak
baik kepada yang dibawahnya. Apalagi dalam memberi hukuman ada yang berbentuk
kekerasan, serta ada pula yang menjadi korban sampai masuk rumah sakit atau
meninggal. Tentunya menjadi cerita buruk disetiap orientasi bila ada yang
meninggal. Itupun tidak hanya sekali, setiap tahun kasus anak baru yang
meninggal karena hukuman senior atau kelelahan pada saat orientasi selalu saja
ada. Polemik semacam ini banyak yang ditentang oleh masyarakat. Orientasi yang
seharusnya menjadi ruang perkenalan bagi peserta didik baru, malah membuat
mereka tidak nyaman dengan ada korban disetiap masa orientasi.
Suara dari masyarakat selalu saja
ada untuk menutup atau menghentikan ospek bagi peserta didik yang memasuki
dunia baru. Tetapi sekuat apa
pun
bersuara, keputusan terakhir ada di tangan para pemerintah pengelola pendidikan
baik dasar, menengah, atas,
maupun tinggi. Kenyataannya, hingga saat ini orientasi masih dilakukan di
sekolah atau perguruan tinggi. Ini berarti orientasi masih sangat perlu
dilakukan untuk peserta didik baru. Orientasi haruslah benar–benar yang bisa
memberi manfaat bagi anak baru, sehingga setiap kali orientasi dilakukan,
mereka tidak menjadi takut untuk mengikutinya dan bersemangat lagi untuk lebih
giat belajar.
Banyak hal yang harus diperhatikan
dengan pelaksanaan orientasi. Pertama, dari segi kepanitiaan. Panitia
diusahakan memogram kegiatan orientasi harus bermanfaat bagi peserta didik
baru. Tidak boleh sampai membentak, memberi perlakuan keras, menghukum dengan
kejam, menyakiti atau pun menimbulkan korban. Sebisa mungkin orientasi harus
memberi ruang nyaman bagi peserta didik baru, jangan sampai mereka tertekan,
merasa malu dengan perploncoan atau sejenisnya. Kedua, pemerintah khususnya
dalam bidang pendidikan juga harus bertindak tegas dengan adanya orientasi di
setiap lembaga atau instansi pendidikan. Undang–undang yang mengatur tentang
orientasi harus ada dan jelas perinciannya agar tidak ada pelanggaran dalam
kegiatan orientasi. Hukuman untuk pelanggar juga harus diperjelas agar tidak menimbulkan
keresahan dimasyarakat terutama orang tua peserta didik baru dimana anaknya akan
memasuki tempat belajar baru. Ketiga, instansi yang bersangkutan harus benar –
benar mengawasi dengan baik pelaksanaan orientasi. Karena tanpa pengawasan,
tindakan kekerasan pastinya tidak dapat dihindari untuk dilakukan senior.
Sebelum membentuk kepanitiaan, instansi lebih dulu mendiskusikan pelaksanaan
orientasi nantinya dikonsep dan dilaksanakannya seperti apa. Sekiranya kegiatan
orientasi tidak memberatkan ke empat pihak antara instansi sendiri, panitia
orientasi, peserta didik baru, serta orang tuanya, sehingga diantara ke empat
pihak ini tidak ada yang merasa dirugikan. Instansi harus serius mengawasi
orientasi, tetapi bisa dilakukan dengan sembunyi atau tanpa sepengetahuan
panitia, peserta didik, maupun panitianya agar kegiatan tetap berjalan seluwes mungkin dan tidak terlalu serius
atau formal. Ini dilakukan agar orientasi masih tetap dalam batas kewajaran
selama pelaksanaan dan pihak instansi langsung tahu bagaimana selama proses
orientasi berlangsung. Sehingga apabila sewaktu–waktu ketika dipantau ada
pelanggaran, yang mengawasi bisa langsung melaporkan terlebih dahulu kepada
jajaran tinggi di instansi tersebut dan selanjutnya agar ditindaklanjuti.
Kegiatan orientasi kedepannya
diharapkan memberi manfaat baik langsung atau tidak bagi peserta didik baru dan
senyaman mungkin sehingga mereka tidak merasa takut atau malu dengan adanya orientasi.
Peraturan dari pemerintah harus jelas dirincikan dalam undang–undang untuk
meminimalisir tindakan yang tidak semestinya dilakukan disetiap oreintasi.
Faktor terpenting dalam kegiatan orientasi adalah dari orang tua sendiri.
Dukungan dan masukan dari orang tua sangat diperlukan dalam keberhasilan
pelaksanaan orientasi pada tiap–tiap jenjang pendidikan yang ada sampai saat
ini.[]
Nurul
Hidayati -ALPHA
Komentar
Posting Komentar