Oleh Evan Agus Maulana*
Sudah bukan hal baru lagi bagi
publik bahwa Indonesia akan menyelenggarakan Pilkada (pemilihan kepala daerah)
serentak pada tahun 2018. KPU Republik Indonesia telah menetapkan 27 Juni
sebagai tanggal Pilkada serentak. Ada 171 Pilkada, dengan rincian 17 Provinsi,
39 Kota, dan 115 Kabupaten. Pilkada serentak akan berlanjut dengan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Legislatif pada tahun 2019. Lantas
Indonesia berstatus menjadi negara politik pada dua tahun ke depan. Dan menjadi
parameter perbaikan Indonesia di era milenial dengan turut andilnya para
mahasiswa sebagai pemilih milenial.
Politik dan Stigma
Politik menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) adalah (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau
kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan). Sedangkan
berdasarkan etimologi, politik berasal dari bahasa Yunani, Politikos yang
berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara. Namun dalam
prakteknya, politik telah diidentikkan dengan makna yang negatif, buruk, dan
busuk. Stigma atau pandangan negatif tersebut melekat erat pada masyarakat
Indonesia, khususnya bagi para mahasiswa. Sehingga sikap antipati terhadap
politik terus direpresentasikan oleh mereka. Hal ini jika terus berlanjut, maka
politik busuk dan kotor tidak akan pernah punah dari Indonesia. Bagaimana mau
punah, politik tersebut hanya diaktori oleh orang-orang lama yang menyebabkan
terciptanya stigma buruk terhadap politik tersebut. Sedangkan orang-orang
baiknya sudah takut duluan untuk masuk ke dunia politik. Padahal seluruh
kebijakan yang menguntungkan dan merugikan bagi masyarakat adalah hasil dari
politik, bagaimana masyarakat mau makmur kalau pemegang kebijakannya masih
diisi oleh orang-orang lama yang kotor? Disini mahasiswa sebagai agen pembaharu
harus mulai membuka diri terhadap politik, mengenalnya, pdkt terhadapnya,
menjadi kekasihnya, dan menuntunnya ke jalan yang benar. Dia, politik.
Kekayaan Mahasiswa: Independensi
Independensi merupakan sikap yang
ditunjukkan oleh seseorang yang hanya berdasarkan pada kebenaran. Independensi
merupakan barang yang sangat mahal, dan tidak dimiliki oleh sembarang orang.
Independensi identik dengan mahasiswa. Mahasiswa yang merupakan orang-orang
terpelajar dan memiliki darah muda, adalah komunitas yang menggebu-gebu untuk
mencari tau kebenaran. Dengan kata lain memiliki rasa ingin tau yang tinggi.
Mahasiswa adalah pemuda yang
berpengetahuan luas. Dan memiliki idealisme yang tinggi. Dapat kita lihat pada
runtuhnya orde baru di masa lampau. Disitu merupakan representasi dari kuatnya
idealisme dan independensi para mahasiswa. Mereka tidak takut lapar, dipenjara,
kehilangan anak istri—karena toh mereka sendiri belum beristri. Disitulah hati
nurani dan kekuatan independensi dari mahasiswa dipertontonkan. Ajang aksi 1998
Independensi yang tidak dimiliki
oleh golongan tua.
Masa kini. Mahasiswa jaman now seakan telah kehilangan
ruhnya. Kehilangan jiwanya sebagai agen pembaharu bagi kehidupan sekitarnya.
Mahasiswa jaman now telah tergerus
dengan hingar bingar hedonisme, doktrinasi bahwa mereka dituntut hanya
memikirkan perkuliahan di kelas dan mengerjakan tugas, dan IPK yang seakan
menjadi hidup matinya. Kesemuanya itu menyebabkan banyak mahasiswa yang enggan
berorganisasi, yang menjadi wadah baginya untuk berproses sebelum terjun di
dunia pasca kuliah. Padahal kampus adalah miniatur bermasyarakat, miniatur
bernegara. Rakyat seakan rindu terhadap kritisme mahasiswa yang dengan cepat
merespons segala kebijakan yang merugikan rakyat. Mahasiswa yang menjadi garda
terdepan kekuatan intelektual yang melindungi hak-hak rakyak kecil.
Mahasiswa Era Milenial
Tahun 2018 merupakan
matang-matangnya era milenial. Era dimana seluruh informasi dengan cepat
tersebar ke pelosok-pelosok. Era dimana berita pernyataan Rocky Gerung mengenai
kitab suci fiksi dengan cepat menjadi viral di media sosial, langsung
mendapatkan respon pembelaan, cacian, dan hujatan oleh netizen media sosial.
Era milenial merupakan era dimana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump
memanfaatkan data pengguna Facebook untuk memenangkan pertarungannya di Pilpres
AS 2 tahun lalu. Dan era milenial merupakan era dimana penyebaran berita hoax
untuk menjungkalkan lawan politik adalah hal yang biasa.
Mendekati pemilu, baik pilkada
serentak tahun ini maupun pilpres dan legilatif tahun 2019, kabar hoax akan
merajalela, terutama untuk menyerang sang lawan politik. Seperti pemilu
presiden tzahun 2014 silam, media sosial dipersalahgunakan untuk menjatuhkan
lawan politik dengan isu-isu yang belum teruji kebenarannya. Memang tidak bisa
tercegah, karena setiap orang, setiap akun bisa dengan bebas memberikan informasi
sesuka hatinya, dan dapat dengan bebas pula diakses oleh miliaran pengguna
media sosial, dan mirisnya isu-isu hoax tersebut dengan cepat menjadi viral dan
memanas karena masih banyak pengguna yang sumbu pendek. Nampaknya kampanye anti
hoax yang marak dilakukan berbagai elemen baru-baru ini tidak cukup untuk
membuat si penyebar hoax pensiun dari pekerjaannya.
Untuk itu, mahasiswa yang
dipercaya merupakan kaum intelektual diharapkan turut memberantas berita hoax
agar atmosfer politik 2018 dan 2019 nanti menjadi hangat, tentram dan
bermartabat. Mahasiswa era milenial memiliki tantangan yang berbeda mengenai
perannya dalam ranah perpolitikan di Indonesia. Kalau dulu, rezim orde baru
jatuh karena mahasiswa turun ke jalan, maka sekarang harusnya rezim yang tidak
berpihak pada rakyat, rezim yang korup, rezim yang dengan mudahnya menyuruh
rakyat menanam sendiri cabai saat diprotes mengenai kenaikan harga cabai, tidak
terpilih pada pemilihan umum mendatang.
Mahasiswa diharapkan mampu
berkontribusi nyata dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur. Masyarakat
adil dan makmur dapat terwujud jika Indonesia memiliki pemimpin yang jujur,
bersih, dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Untuk itu, mahasiswa harus
peduli dan menyadari bahwa dirinya membutuhkan edukasi mengenai politik.
Mahasiswa
yang kaya akan sikap independensinya membutuhkan
pengalaman dalam perpolitikan di kampus agar dapat menyongsong generasi emas
Indonesia mendatang. Karena sejatinya Allah menciptakan manusia untuk menjadi
khalifah (pengganti Allah untuk mengurus bumi) (Q.S Al Baqarah : 30). Dan
sesungguhnya Allah mungkar terhadap orang-orang yang berbuat kerusakan (QS Al
Baqarah: 11-12 ; QS Al A’raf: 56-58).
Komentar
Posting Komentar