Oleh : Ismiatun
Korban kekerasan seksual adalah mereka yang pernah
mengalami kekerasan seksual, baik laki-laki maupun perempuan. Perempuan merupakan
salah satu korban terbesar dari adanya tindakan kekerasan ini. Kekerasan seksual
merupakan salah satu bentuk kekerasan yang paling sering dialami oleh perempuan-perempuan
di Indonesia. Tak hanya di Indonesia, karena sudah bukan rahasia umum lagi kalau
kekerasan seksual terhadap perempuan terjadi di seluruh belahan dunia. Kekerasan seksual meliputi
segala bentuk tindakan yang merendahkan, menghina, menyerang, dan atau
perbuatan lain yang berhubungan dengan keintiman atau hubungan seksualitas yang
dilakukan oleh pelaku terhadap korbanya yang berakibat pada penderitaan fisik,
material, psikisi maupun mental korban. Kasus
tindakan kekerasan seksual terhadap
perempuan umumnya didominasi oleh orang
terdekatnya. Orang terdekat yang menjadi pelakunya tak lain adalah keluarga dan
pacar. Lantas apa penyebab maraknya tindakan kekerasan yang dialami peremuan?
Mengapa keluarga yang seharusnya menjadi tempat yang teraman justru malah menjadi acanaman bagi peremuan itu sendiri?
Kekerasan pada perempuan dapat saja
terjadi karena banyak faktor yang menjadi pemicunya. Baik faktor sosial maupun
individual keduanya sama-sama berpotensi mengakibatkan kekerasan seksual. Faktor-faktor
sosial yang mendominasi kekerasan seskual ini meliputi lingkungan sosial yang
mendukung adanya tindakan kekerasan seksual, tayangan dari media yang menjurus
pada tindakan kekerasan serta pertemanan yang mendukung agresi seksual. Faktor
individual meliputi pengalaman pribadi, adanya balas dendam atau bahkan
kelainan psikologi.
Selain kedua faktor tersebut, orientasi antiwanita juga memicu munculnya tindakan kekerasan. Hal ini dapat terjadi karena laki-laki akan cenderung bersikap antisosial terhadap perempuan
baik dalam tindakan kekerasan (perkosaan) maupun yang bukan kekerasan (diskriminasi
maupun pelecehan secara verbal). Faktor-faktor yang telah disebutkan biasanya
mejadi faktor pemicu tindakan kekerasan pada orang dewasa, sedangakan pada
anak-anak sedikit berbeeda.
Anak
– anak di bawah umur juga sering kali menjadi korban kekerasan seksual. Kekerasan
ini marak terjadi bahkan datang dari keluarga sendiri. Keluargalah yang menjadi
bernaung, tempat belajar, tempat memperoleh kasih sayang. Namun, justru jadi tempat
yang kurang aman dan nyaman bahkan memberikan memori negatif bagi mereka.
Keluarga yang broken home, orang tua
yang menggunakan obat-obatan terlarang, perselisihan dalam keluarga,
kriminalitas orang tua serta penelantaran oleh orang tua jadi pemicu utamanya.
Hal ini yang kadang menjadikan anak tidak nyaman di rumah, merasa tidak
mendapat perhatian orang tua sehingga kepribadiannya menjadi buruk.
Penyimpangan kepribadian ini selanjutnya yang menjadi titik awal terjadinya tindakan kekerasan
seksual ada anak-anak (perempuan).
Bentuk tindakan kekerasan seksual
terhadap perempuan menurut pasal 8 UU No. 23 tahun 2004 meliputi 15 jenis
tindakan yaitu: a. Perkosaan. b. Intimidasi/serangan bernuangan seksual
termasuk ancaman atau percobaan pemerkosaan. c. Pelecehan seksual. d. Eksploitasi
seksual. e. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual f. Prostitusi paksa. g.
Perbudakan seksual. h. Pemaksaan perkawinan. i. Pemaksaan kehamilan. j.
Pemaksaan aborsi. k. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi. l. Penyiksaan
seksual m. Perhukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual. n. Praktik tradisi
bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi. o. Kontrol seksual,
aturan diskriminatif moralitas dan agama.
Hak
Wanita, yaitu dalam pasal 45 sampai dengan pasal 51 UU No.39 Tahun 1999, di
mana pasal 45 menyebutkan bahwa : Hak wanita dalam UU HAM adalah hak asasi
manusia. Berbicara tentang Hak Asasi Manusia tentu ranah hukumnya lebih luas,
tidak ada batasan hukum terkait perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan. Namun pada kenyataannya hak
perempuan ini sudah sedikit pudar. Hal ini ditunjukan dengan semakin banyak dan
marak kasus kekerasan seksual. Hanya 10% kasus kekerasan seksual yang diperkarakan. Hal ini seringkali
terjadi di lingkungan masyarakat kita sendiri karena kurang cukup bukti, korban
tidak mau meneruskan kasusnya, dan bahkan adanya kekosongan hukum. Kekosongan
hukum inilah yang menjadi salah
satu penyebab maraknya kasus kekerasan sesksual ini.
Yang menjadi PR untuk saat ini adalah pengesahan
RUU Penghausan Kekerasan Seksual terhada perempuan. “Ada kekhawatiran kaum
konservativ kalau RUU ini disahkan,” ujar Yamini Soedjai dalam talkshow interaktifnya yang membahas
tentang kekerasan seksual terhada perempuan, hak-hak korban kekerasan seksual, serta
kasus-kasus mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan.
Korban yang mengalami tindakan
kekerasan seksual tentu mengalami trauma yang berat, rasa gelisah, bahkan tidak
sedikit yang menarik diri dari lingkungan sosial. Para korban ini memerlukan
beberapa layanan seperti layanan medis, hukum, dan psikososial. Namun, bukan hanya
pelayanan pasca kejadian. Yang terenting sebenarnya adalah bagaimana pencegahan
agar kasus kekerasan seksual pada perempuan ini tidak tejadi lagi. Banyak upaya
yang dapat dilakukan untuk mencegah atau menguranginya salah satunya dengan
membentengi diri dengan iman yang kuat, menambah pengetahuan yang bermanfaat,
mengikuti organisasi yang positif.
Jika negara ini sudah merdeka,
lantas mengapa banyak perempuan yang belum merasa merdeka dan masih hidup
dengan ancaman ?. Secara umum mindset laki – laki “Kucing Kalau Dikasih
Ikan Asin Ya Mau”. Pemikiran ini yang
seringkali memicu tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan. Alih-alih
mau menjaga kehormatan dan dan hak-hak perempuan, mindset yang seperti ini yang
justru akan mendorong
dan menjerumuskan ke hal-hal menyimpang dari norma
yang semestinya.
Komentar
Posting Komentar