Jember menjadi salah satu kota pilihan bagi para siswa SMA yang sedang duduk di kelas tiga dari berbagai kota (khususnya daerah Tapal Kuda) yang akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi negeri maupun swasta, karena disini banyak terdapat perguruan tinggi negeri dan swasta yang cukup berkualitas seperti Universitas Jember, Poltek, Universitas Muhammadiyah, STIE Mandala, UIJ, STAIN dan lain sebagainya. Tentunya hal ini bukanlah hal yang baru lagi, sudah dari bertahun–tahun yang lalu sejak didirikannya PTN dan PTS di jember “tradisi tahunan” ini terjadi.
Setiap tahun beribu–ribu mahasiswa baru diterima di PTN atau PTS di jember, tahun 2009 kemarin di Universitas Jember saja telah menerima lebih dari 4000 mahasiswa baru untuk semua prodi. Belum lagi jumlah mahasiswa baru di PTN atau PTS lain. Tak hanya dari dalam kota, sebagian besar mahasiswa baru tersebut berasal dari luar kota. Sehingga mau tidak mau, perumahan di sekitar kampus telah beralih fungsi menjadi kos–kosan. Tak dapat dipungkiri, fenomena ini terus terjadi dari tahun ke tahun.
Permasalahannya, bagaimana 5–10 tahun ke depan jika “tradisi tahunan” ini terus terjadi. Memang, setiap tahunnya ada mahasiswa yang telah selesai menempuh pendidikannya artinya telah lulus dan diwisuda. Namun, jumlah mahasiswa yang lulus dan mahasiswa baru tidak seimbang, lagipula apakah lulus berarti ia kembali ke kota asalnya jika berasal dari luar kota. Apakah tidak ada kemungkinan ia akan tetap tinggal di jember jika ia bisa memperoleh pekerjaan di jember. Tentunya hal ini akan mempengaruhi laju pertambahan penduduk kota Jember. Tidak menutup kemungkinan sepuluh tahun ke depan Jember akan menjadi kota terpadat penduduknya setelah Jakarta. Belum lagi permasalahan yang ditimbulkan akibat pertambahan jumlah penduduk, bertambahnya pengangguran karena kurangnya lapangan pekerjaan, sehingga bisa saja menambah tingkat kejahatan atau kriminalitas.
Hal itu baru dilihat dari satu sisi saja, mari kita lihat dari sisi lain. Jika setiap mahasiswa baru yang berasal dari luar kota membawa kendaraan pribadi misal motor atau bahkan membawa mobil bagi mahasiswa yang keluarganya lebih dari cukup. Bagaimana lalu lintas kota terutama lalu lintas di sekitar kampus. Tak tertutup kemungkinan sepuluh tahun nantinya lalu lintas kota akan mengalahkan macetnya lalu lintas kota Jakarta.
Mengapa selalu dibandingkan dengan kota Jakarta? Karena saat ini, Jakarta masih menjadi kota dengan penduduk terpadat dan lalu lintasnya yang sangat macet. Belum lagi dari sisi polusi udara dan akibat yang ditimbulkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tak perlu banyak bicara soal akibat dari polusi udara ini, semua pun telah paham tentang global warming yang meresahkan akhir–akhir ini.
Bagaimana kita menyikapi “tradisi tahunan” ini? Memang tak akan pernah ada solusi yang tepat dari permasalahan ini, mungkin saja karena masalahnya yang terlalu kompleks dan saling berhubungan sebab akibat, sehingga untuk menyelesaikan permasalahan yang satu juga harus melihat akibatnya pada masalah lain. Namun, setidaknya janganlah hanya berdiam diri. Kurangi penggunaan kendaraan bermotor jika tempat yang dituju bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Bisa jadi solusi sederhana atau bahkan lebih umum lagi jika Pemerintah Kabupaten Jember dapat membuat peraturan khusus untuk permasalahan ini.
Bagaimana mengatasi pertambahan penduduk akibat penerimaan mahasiswa baru di PTN atau PTS Jember khususnya dari luar kota? perlukah adanya kebijakan–kebijakan khusus dari pihak Universitas atau suatu tindakan yang sekiranya dapat menjadi solusi untuk masalah ini? Akan banyak pihak yang terlibat dalam mengatasi dan mencari solusinya, mulai dari kesadaran diri untuk melakukan yang lebih baik dan positif demi terciptanya keadaan yang tetap nyaman kedepannya. Semoga! [Muizzatul Ainiyah]
Setiap tahun beribu–ribu mahasiswa baru diterima di PTN atau PTS di jember, tahun 2009 kemarin di Universitas Jember saja telah menerima lebih dari 4000 mahasiswa baru untuk semua prodi. Belum lagi jumlah mahasiswa baru di PTN atau PTS lain. Tak hanya dari dalam kota, sebagian besar mahasiswa baru tersebut berasal dari luar kota. Sehingga mau tidak mau, perumahan di sekitar kampus telah beralih fungsi menjadi kos–kosan. Tak dapat dipungkiri, fenomena ini terus terjadi dari tahun ke tahun.
Permasalahannya, bagaimana 5–10 tahun ke depan jika “tradisi tahunan” ini terus terjadi. Memang, setiap tahunnya ada mahasiswa yang telah selesai menempuh pendidikannya artinya telah lulus dan diwisuda. Namun, jumlah mahasiswa yang lulus dan mahasiswa baru tidak seimbang, lagipula apakah lulus berarti ia kembali ke kota asalnya jika berasal dari luar kota. Apakah tidak ada kemungkinan ia akan tetap tinggal di jember jika ia bisa memperoleh pekerjaan di jember. Tentunya hal ini akan mempengaruhi laju pertambahan penduduk kota Jember. Tidak menutup kemungkinan sepuluh tahun ke depan Jember akan menjadi kota terpadat penduduknya setelah Jakarta. Belum lagi permasalahan yang ditimbulkan akibat pertambahan jumlah penduduk, bertambahnya pengangguran karena kurangnya lapangan pekerjaan, sehingga bisa saja menambah tingkat kejahatan atau kriminalitas.
Hal itu baru dilihat dari satu sisi saja, mari kita lihat dari sisi lain. Jika setiap mahasiswa baru yang berasal dari luar kota membawa kendaraan pribadi misal motor atau bahkan membawa mobil bagi mahasiswa yang keluarganya lebih dari cukup. Bagaimana lalu lintas kota terutama lalu lintas di sekitar kampus. Tak tertutup kemungkinan sepuluh tahun nantinya lalu lintas kota akan mengalahkan macetnya lalu lintas kota Jakarta.
Mengapa selalu dibandingkan dengan kota Jakarta? Karena saat ini, Jakarta masih menjadi kota dengan penduduk terpadat dan lalu lintasnya yang sangat macet. Belum lagi dari sisi polusi udara dan akibat yang ditimbulkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tak perlu banyak bicara soal akibat dari polusi udara ini, semua pun telah paham tentang global warming yang meresahkan akhir–akhir ini.
Bagaimana kita menyikapi “tradisi tahunan” ini? Memang tak akan pernah ada solusi yang tepat dari permasalahan ini, mungkin saja karena masalahnya yang terlalu kompleks dan saling berhubungan sebab akibat, sehingga untuk menyelesaikan permasalahan yang satu juga harus melihat akibatnya pada masalah lain. Namun, setidaknya janganlah hanya berdiam diri. Kurangi penggunaan kendaraan bermotor jika tempat yang dituju bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Bisa jadi solusi sederhana atau bahkan lebih umum lagi jika Pemerintah Kabupaten Jember dapat membuat peraturan khusus untuk permasalahan ini.
Bagaimana mengatasi pertambahan penduduk akibat penerimaan mahasiswa baru di PTN atau PTS Jember khususnya dari luar kota? perlukah adanya kebijakan–kebijakan khusus dari pihak Universitas atau suatu tindakan yang sekiranya dapat menjadi solusi untuk masalah ini? Akan banyak pihak yang terlibat dalam mengatasi dan mencari solusinya, mulai dari kesadaran diri untuk melakukan yang lebih baik dan positif demi terciptanya keadaan yang tetap nyaman kedepannya. Semoga! [Muizzatul Ainiyah]
Komentar
Posting Komentar