Seringkali wanita merasa terkesampingkan dan terabaikan hak-haknya karena beranggapan bahwa kedudukannya jauh lebih rendah dari kaum pria. Secara normatif, mereka selalu merasa memilki status atau kedudukan dan peranan (hak dan kewajiban) yang lebih rendah dari kaum lelaki. Mereka sering terkekang dengan adanya pembangunan yang berkonsep gender yang tak lepas pula dari bahasan seks dan kodrat. Dimana menjadi suatu keadaan yang menjadikan dan membuat wanita seakan selalu duduk di pihak yang lemah karena adanya kesalahpahaman dalam pengimplementasiannya.
Duduk permasalahan yang dirasa kurang condong ke arah kaum wanita membuat pemerintah turun tangan dan mengupayakan peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan atau berperspektif gender. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita di dalam pembangunan. Usaha untuk mencapai kesetaraan di berbagai lapisan tersebut diamanatkan dalam sebuah strategi yang dikenal dengan istilah pengarusutamaan gender, berasal dari bahasa Inggris gender mainstreaming. Strategi ini tertuang di dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
Sudah begitu banyak dan besar penghargaan yang diberikan oleh berbagai kalangan dan pemerintah untuk mencapai emansipasi yang sebenarnya. Pemerintah dan berbagai instrument masyarakat juga tak lagi menganak tirikan wanita. Tengok saja dalam dunia pendidikan, begitu lebar pintu yang terbuka. Berbagi bentuk dukungan pemerintah untuk mensejahterakan kalangan perempuan juga terus digulirkan. Tak kalah, berbagai LSMpun tak mau berpangku tangan membantu realisasi tersebut.
Namun, ditengah kemewahan yang ditawarkan saat ini sedikit banyak mulai terasa banyaknya wanita yang hanya tertudur pulas. Tergerus sudah cita-cita getol dimasa lalu untuk menjadikan wanita sebagai tumpuan. Memang tak semua wanita kini “jatuh pingsan”, namun itulah kenyataan yang tak dapat dipungkiri. Seakan terlena oleh kemanjaan, meski sebagian kecil, tapi kemudian dapat menjadi fenomena gunung es bila tetap tak teratasi. Sebagian dari mereka kini lebih suka terbuai dan tak mau turun aktif dengan alasan yang dulu mereka perjuangkan, perbedaan gender, dsb.
Bukankah dulu kalian ingin menjadi lelaki, namun ketika kalian diberi kesempatan menjadi pria, meskipun dalam wadah wanita, mengapa kalian tak lagi bersuara. Wanita bukan alasan untuk manja dan bermalas-malasan serta apatis. Begitu banyak wanita yang gigih berusaha dan berpartisipasi aktif di luar sana dengan segala bentuk keterbatasan fisiknya. Untuk wanita-wanita yang sedang tertidur, mari segera bangun., matahari sudah di atas ubun-ubun. Jangan tunggu hari semakin larut! [redaksi]
Duduk permasalahan yang dirasa kurang condong ke arah kaum wanita membuat pemerintah turun tangan dan mengupayakan peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan atau berperspektif gender. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita di dalam pembangunan. Usaha untuk mencapai kesetaraan di berbagai lapisan tersebut diamanatkan dalam sebuah strategi yang dikenal dengan istilah pengarusutamaan gender, berasal dari bahasa Inggris gender mainstreaming. Strategi ini tertuang di dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional.
Sudah begitu banyak dan besar penghargaan yang diberikan oleh berbagai kalangan dan pemerintah untuk mencapai emansipasi yang sebenarnya. Pemerintah dan berbagai instrument masyarakat juga tak lagi menganak tirikan wanita. Tengok saja dalam dunia pendidikan, begitu lebar pintu yang terbuka. Berbagi bentuk dukungan pemerintah untuk mensejahterakan kalangan perempuan juga terus digulirkan. Tak kalah, berbagai LSMpun tak mau berpangku tangan membantu realisasi tersebut.
Namun, ditengah kemewahan yang ditawarkan saat ini sedikit banyak mulai terasa banyaknya wanita yang hanya tertudur pulas. Tergerus sudah cita-cita getol dimasa lalu untuk menjadikan wanita sebagai tumpuan. Memang tak semua wanita kini “jatuh pingsan”, namun itulah kenyataan yang tak dapat dipungkiri. Seakan terlena oleh kemanjaan, meski sebagian kecil, tapi kemudian dapat menjadi fenomena gunung es bila tetap tak teratasi. Sebagian dari mereka kini lebih suka terbuai dan tak mau turun aktif dengan alasan yang dulu mereka perjuangkan, perbedaan gender, dsb.
Bukankah dulu kalian ingin menjadi lelaki, namun ketika kalian diberi kesempatan menjadi pria, meskipun dalam wadah wanita, mengapa kalian tak lagi bersuara. Wanita bukan alasan untuk manja dan bermalas-malasan serta apatis. Begitu banyak wanita yang gigih berusaha dan berpartisipasi aktif di luar sana dengan segala bentuk keterbatasan fisiknya. Untuk wanita-wanita yang sedang tertidur, mari segera bangun., matahari sudah di atas ubun-ubun. Jangan tunggu hari semakin larut! [redaksi]
Komentar
Posting Komentar