Bukan hal baru bila berbicara soal pasar, terutama bagi kalangan kaum hawa. Pasar menjadi pilihan untuk tempat berbelanja karena harga yang ditawarkan relatif lebih murah dibandingkan supermarket atau swalayan. Apalagi di pasar alternatif, harga yang ditawarkan jauh lebih murah lagi dibandingkan pasar biasa. Hal yang sama juga terlihat di kalangan pedagang, pedagang pasar alternatif juga mengiyakan hal itu. Mereka memilih untuk berjualan di pasar alternatif karena asumsi bahwa orang akan lebih menyukai membeli barang-barang di pasar alternatif karena harganya yang lebih murah. Seperti kata Bapak Abdus Salam, salah satu pedagang di pasar alternatif blok M di belakang Matahari Departemen Store, beliau memilih berjualan di pasar alternatif karena melihat perbandingan harga dengan pasar biasa.
Pak salam menjual buku-buku bekas dan beberapa helm bekas yang masih kelihatan seperti baru. Sebelumnya, kami –redaktur pelaksana– menghampiri kios di sebelah kios Pak Salam yang juga menjual buku-buku bekas. Namun karena maksud kami bukan untuk membeli buku sang penjaga kios tidak bersedia untuk kami wawancarai. Akhirnya kami pindah ke kios sebelah, kios Pak Salam.
Beliau memulai usaha berdagang di tempat tersebut mulai dari tahun 90an, kurang lebih 10 tahun yang lalu, sejak Matahari Departemen Store belum dibangun. Namun, awalnya Pak Salam tidak berjualan buku-buku bekas. Beliau menjual alat-alat elektronik bekas. Buku yang dijual didapat dari orang-orang yang menjual barang-barang yang sudah tidak dipakai lagi. Namanya pasar alternatif, rata-rata yang dijual adalah barang-barang bekas, bahkan hampir semuanya.
“Dulu, yang paling laris di pasar ini ya alat-alat elektronik dek. Orang-orang kan jarang yang punya. Mau beli baru uangnya nggak cukup, jadi mereka banyak beli disini. Tapi kalau sekarang jamannya udah beda, alat elektronik udah canggih-canggih dan murah jadi saya beralih jualan buku bekas.” ujar Pak Salam.
Omset yang di dapat ketika menjual buku dirasa lebih besar daripada menjual alat-alat elektronik, apalagi jika telah tiba musim kenaikan kelas. Biasanya, yang paling sering mencari buku di pasar alternatif adalah siswa SMA, mulai dari buku pelajaran sampai buku bacaan umum. Sedangkan mahasiswa yang datang biasanya tidak mencari buku pelajaran atau buku referensi untuk kuliah karena memang hampir tidak ada buku-buku bekas untuk mahasiswa tetapi mereka mencari buku-buku bacaan umum seperti majalah atau koran bekas.
Pak Salam mengaku bahwa berdagang di pasar alternatif ini merupakan mata pencaharian yang utama sehingga beliau tetap menekuni pekerjaan ini sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu. Kios mulai dibuka dari pagi sampai sore, terkadang bila beliau sedang sakit atau berhalangan untuk menjaga kios maka kios akan tutup karena tidak ada yang bisa menggantikan beliau menjaga kios. Kios yang beliau tempati untuk berjualan dipungut biaya sewa tanah setiap bulannya oleh pengelola pasar. Padahal dari pengelola pasar sendiri tidak begitu memperhatikan keadaan pasar tersebut, misalnya seperti fasilitas jalannya yang sampai sekarang tidak di aspal dan tata letak kios-kios pedagang yang kurang beraturan.
Persaingan di antara sesama penjual buku bekas tidak terlalu menjadi permasalahan untuk beliau, karena orang yang datang membeli buku pasti akan mencari buku yang berbeda, dan setiap kios tidak akan semuanya menyediakan buku yang sama. Beliau juga percaya bahwa rezeki setiap masing-masing orang sudah ada takarannya. “Soal rejeki iya serahkan semuanya sama Allah dek, yang penting saya bekerja yang halal.” Ujar Pak Salam. Meski pendapatan yang beliau dapat dari berjualan di pasar alternatif tidak seberapa, tapi beliau menikmati pekerjaannya, terbukti dari lamanya beliau bekerja sampai sekarang. Satu hal yang patut dicontoh dari pribadi beliau adalah keramahannya dalam melayani setiap orang meski akhirnya orang itu tidak membeli apapun di kiosnya.(Muizzatul Ainiah)
Pak salam menjual buku-buku bekas dan beberapa helm bekas yang masih kelihatan seperti baru. Sebelumnya, kami –redaktur pelaksana– menghampiri kios di sebelah kios Pak Salam yang juga menjual buku-buku bekas. Namun karena maksud kami bukan untuk membeli buku sang penjaga kios tidak bersedia untuk kami wawancarai. Akhirnya kami pindah ke kios sebelah, kios Pak Salam.
Beliau memulai usaha berdagang di tempat tersebut mulai dari tahun 90an, kurang lebih 10 tahun yang lalu, sejak Matahari Departemen Store belum dibangun. Namun, awalnya Pak Salam tidak berjualan buku-buku bekas. Beliau menjual alat-alat elektronik bekas. Buku yang dijual didapat dari orang-orang yang menjual barang-barang yang sudah tidak dipakai lagi. Namanya pasar alternatif, rata-rata yang dijual adalah barang-barang bekas, bahkan hampir semuanya.
“Dulu, yang paling laris di pasar ini ya alat-alat elektronik dek. Orang-orang kan jarang yang punya. Mau beli baru uangnya nggak cukup, jadi mereka banyak beli disini. Tapi kalau sekarang jamannya udah beda, alat elektronik udah canggih-canggih dan murah jadi saya beralih jualan buku bekas.” ujar Pak Salam.
Omset yang di dapat ketika menjual buku dirasa lebih besar daripada menjual alat-alat elektronik, apalagi jika telah tiba musim kenaikan kelas. Biasanya, yang paling sering mencari buku di pasar alternatif adalah siswa SMA, mulai dari buku pelajaran sampai buku bacaan umum. Sedangkan mahasiswa yang datang biasanya tidak mencari buku pelajaran atau buku referensi untuk kuliah karena memang hampir tidak ada buku-buku bekas untuk mahasiswa tetapi mereka mencari buku-buku bacaan umum seperti majalah atau koran bekas.
Pak Salam mengaku bahwa berdagang di pasar alternatif ini merupakan mata pencaharian yang utama sehingga beliau tetap menekuni pekerjaan ini sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu. Kios mulai dibuka dari pagi sampai sore, terkadang bila beliau sedang sakit atau berhalangan untuk menjaga kios maka kios akan tutup karena tidak ada yang bisa menggantikan beliau menjaga kios. Kios yang beliau tempati untuk berjualan dipungut biaya sewa tanah setiap bulannya oleh pengelola pasar. Padahal dari pengelola pasar sendiri tidak begitu memperhatikan keadaan pasar tersebut, misalnya seperti fasilitas jalannya yang sampai sekarang tidak di aspal dan tata letak kios-kios pedagang yang kurang beraturan.
Persaingan di antara sesama penjual buku bekas tidak terlalu menjadi permasalahan untuk beliau, karena orang yang datang membeli buku pasti akan mencari buku yang berbeda, dan setiap kios tidak akan semuanya menyediakan buku yang sama. Beliau juga percaya bahwa rezeki setiap masing-masing orang sudah ada takarannya. “Soal rejeki iya serahkan semuanya sama Allah dek, yang penting saya bekerja yang halal.” Ujar Pak Salam. Meski pendapatan yang beliau dapat dari berjualan di pasar alternatif tidak seberapa, tapi beliau menikmati pekerjaannya, terbukti dari lamanya beliau bekerja sampai sekarang. Satu hal yang patut dicontoh dari pribadi beliau adalah keramahannya dalam melayani setiap orang meski akhirnya orang itu tidak membeli apapun di kiosnya.(Muizzatul Ainiah)
Komentar
Posting Komentar