Seorang mahasiswa dituntut untuk bersikap kritis dalam hal apapun. Terutama jika itu menyangkut kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak rektorat. Tapi, pernahkah Anda membayangkan jika suatu saat nanti, justru Anda yang menjadi seorang rektor. Seandainya Anda diberi kesempatan untuk menjadi rektor, apa yang akan Anda lakukan?
Ada sebagian mahasiswa yang sudah membayangkan apa yang akan mereka lakukan jika menjadi rektor, ada juga yang sama sekali tidak pernah memikirkannya. Setiap mahasiswa punya pemikiran yang berbeda-beda, seperti yang diungkapkan oleh Law (mahasiswi jurusan biologi), ”Lek aku dadi rektor yo...unej iku arep tak apik’i. Gak onok hutan-hutan, arep tak tingkat kabeh bangunane. Trus khusus mipa, opo maneh biologi...bangunane arep tak tingkat, enek eskalator. Trus yo....mburine biologi enek kolam renang, enek hutane dewe, dadi lek enek tugas nggoleki tumbuhan gak usah adoh-adoh. Tak buat asrama. Mipa tak apik’i ez pokoke. Lek perlu enek sungai dewe, danau, trz kendaraaan dwe. Dadi lek arep praktikum lapang gak usah bingung.”
Hal serupa juga diungkapkan JK (mahasiswa jurusan kimia),”Aku jadi rektor akan membangun gedung laboratorium terpadu standar internasional bersertifikat ISO dengan alat laboratorium yang lengkap. Plus, ada kolam renang, restoran, resort, dan fasilitas hiburan terlengkap, cagar alam khusus biologi biar gak susah-susah cari kodok, siput ke kebonan. Disamping itu, UJ jadi bisa punya penghasilan.”
Lain lagi yang diungkapkan oleh Tutut (mahasiswi jurusan matematika),”andai aku jadi rektor ya....mengutus seorang ahli TI untuk memperluas jaringan SIAM/SIAKAD hingga terjaring ke seluruh Nusantara kalo perlu hingga internasional, mendirikan fakultas baru yakni teknik arsitektur & psikology, membangun rumah sakit (bukan sekedar UMC), melakukan gerakan ‘go green’.” Sama halnya dengan yang diungkapkan BD (mahasiswa jurusan matematika),”Mmm....pembayaran SPP berdasarkan kemampuan finansial mahasiswa, beasiswa buat yang tidak mampu tanpa mengukur akademis ataupun indeks prestasi (ip).”
Ada juga yang bila jadi rektor ingin beasiswa diperlancar. Ada yang ingin kuliah gratis. Ada yang ingin agar dosen tidak ‘pelit’ nilai. Malahan ada yang terang-terangan jika jadi rektor, mulai dari pembantu rektor, dekan, dan pembantu dekan harus dari Banyuwangi. Itu dimaksudkan agar jadwal ‘pulkam’ tidak terganggu, kemudian kampus harus kosong setelah dhuhur, tidak diperkenankan ada perkuliahan setelah dhuhur. Singkatnya, kuliah bebas. Kalau saya yang jadi rektor, ketika ada hari libur nasional seperti hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha, hari Natal, Imlek, dan semua hari libur yang ada harus libur 3 hari sebelum dan sesudahnya. Khusus hari raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru harus libur 1 minggu sebelum dan sesudahnya. Sehingga bisa memberikan kesempatan mahasiswa yang ingin menghabiskan waktu dengan keluarga.
Banyak yang dicita-citakan mahasiswa jika suatu saat nanti menjadi rektor. Biasanya, mahasiswa hanya menuntut apa yang menjadi kepentingan mereka. Jika dilihat dari sudut pandang rektor, sebenarnya tidak mudah untuk bisa menjadi rektor yang sesuai atau ‘klik’ dengan keinginan semua mahasiswa. Menjadi rektor pun dituntut untuk bertanggung jawab dan mengayomi. Kebijakan-kebijakannya pun diharapkan dapat memberi ‘kebahagiaan’ bagi semuanya.
Sebenarnya, tentang kebijakan yang dibuat oleh rektor tergantung bagaimana cara kita menyikapi. Rektor juga manusia yang tidak lepas dari kesalahan, kebijakannya pun kadang dianggap kurang ‘mengena’. Bagaimanapun, setiap kebijakan itu pasti ada sisi positif dan sisi negatif. Semua tergantung bagaimana cara kita menyikapi sisi negatif itu menjadi sesuatu yang bernilai positif.
Oleh karena itu, rektor dan mahasiswa harus bekerja sama dalam mengubah sisi negatif itu menjadi sisi yang positif. Peran mahasiswa dalam hal ini sebagai sumber tujuan, dan juga motivator untuk rektor mencapai tujuannya sebagai rektor. Dalam hal ini, rektor berperan untuk merealisasikan keinginan mahasiswa. Dengan bekerja sama, diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Jika mahasiswa kurang setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan pihak rektorat, tidak perlu demo keliling kampus untuk menuntut ‘keadilan’. Hal itu hanya menunjukkan bahwa mahasiswa kurang memanfaatkan fasilitas yang ada. Gunakan Senat sebaik mungkin untuk menjembatani keinginan mahasiswa agar sesuai dengan visi rektor. Dengan begitu mahasiswa tidak perlu membuang tenaga. Lebih baik digunakan untuk mengerjakan laporan atau tugas yang menuntut tenaga dan pikiran yang ekstra.[Tiffany Istiqomah]
Ada sebagian mahasiswa yang sudah membayangkan apa yang akan mereka lakukan jika menjadi rektor, ada juga yang sama sekali tidak pernah memikirkannya. Setiap mahasiswa punya pemikiran yang berbeda-beda, seperti yang diungkapkan oleh Law (mahasiswi jurusan biologi), ”Lek aku dadi rektor yo...unej iku arep tak apik’i. Gak onok hutan-hutan, arep tak tingkat kabeh bangunane. Trus khusus mipa, opo maneh biologi...bangunane arep tak tingkat, enek eskalator. Trus yo....mburine biologi enek kolam renang, enek hutane dewe, dadi lek enek tugas nggoleki tumbuhan gak usah adoh-adoh. Tak buat asrama. Mipa tak apik’i ez pokoke. Lek perlu enek sungai dewe, danau, trz kendaraaan dwe. Dadi lek arep praktikum lapang gak usah bingung.”
Hal serupa juga diungkapkan JK (mahasiswa jurusan kimia),”Aku jadi rektor akan membangun gedung laboratorium terpadu standar internasional bersertifikat ISO dengan alat laboratorium yang lengkap. Plus, ada kolam renang, restoran, resort, dan fasilitas hiburan terlengkap, cagar alam khusus biologi biar gak susah-susah cari kodok, siput ke kebonan. Disamping itu, UJ jadi bisa punya penghasilan.”
Lain lagi yang diungkapkan oleh Tutut (mahasiswi jurusan matematika),”andai aku jadi rektor ya....mengutus seorang ahli TI untuk memperluas jaringan SIAM/SIAKAD hingga terjaring ke seluruh Nusantara kalo perlu hingga internasional, mendirikan fakultas baru yakni teknik arsitektur & psikology, membangun rumah sakit (bukan sekedar UMC), melakukan gerakan ‘go green’.” Sama halnya dengan yang diungkapkan BD (mahasiswa jurusan matematika),”Mmm....pembayaran SPP berdasarkan kemampuan finansial mahasiswa, beasiswa buat yang tidak mampu tanpa mengukur akademis ataupun indeks prestasi (ip).”
Ada juga yang bila jadi rektor ingin beasiswa diperlancar. Ada yang ingin kuliah gratis. Ada yang ingin agar dosen tidak ‘pelit’ nilai. Malahan ada yang terang-terangan jika jadi rektor, mulai dari pembantu rektor, dekan, dan pembantu dekan harus dari Banyuwangi. Itu dimaksudkan agar jadwal ‘pulkam’ tidak terganggu, kemudian kampus harus kosong setelah dhuhur, tidak diperkenankan ada perkuliahan setelah dhuhur. Singkatnya, kuliah bebas. Kalau saya yang jadi rektor, ketika ada hari libur nasional seperti hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha, hari Natal, Imlek, dan semua hari libur yang ada harus libur 3 hari sebelum dan sesudahnya. Khusus hari raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru harus libur 1 minggu sebelum dan sesudahnya. Sehingga bisa memberikan kesempatan mahasiswa yang ingin menghabiskan waktu dengan keluarga.
Banyak yang dicita-citakan mahasiswa jika suatu saat nanti menjadi rektor. Biasanya, mahasiswa hanya menuntut apa yang menjadi kepentingan mereka. Jika dilihat dari sudut pandang rektor, sebenarnya tidak mudah untuk bisa menjadi rektor yang sesuai atau ‘klik’ dengan keinginan semua mahasiswa. Menjadi rektor pun dituntut untuk bertanggung jawab dan mengayomi. Kebijakan-kebijakannya pun diharapkan dapat memberi ‘kebahagiaan’ bagi semuanya.
Sebenarnya, tentang kebijakan yang dibuat oleh rektor tergantung bagaimana cara kita menyikapi. Rektor juga manusia yang tidak lepas dari kesalahan, kebijakannya pun kadang dianggap kurang ‘mengena’. Bagaimanapun, setiap kebijakan itu pasti ada sisi positif dan sisi negatif. Semua tergantung bagaimana cara kita menyikapi sisi negatif itu menjadi sesuatu yang bernilai positif.
Oleh karena itu, rektor dan mahasiswa harus bekerja sama dalam mengubah sisi negatif itu menjadi sisi yang positif. Peran mahasiswa dalam hal ini sebagai sumber tujuan, dan juga motivator untuk rektor mencapai tujuannya sebagai rektor. Dalam hal ini, rektor berperan untuk merealisasikan keinginan mahasiswa. Dengan bekerja sama, diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Jika mahasiswa kurang setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan pihak rektorat, tidak perlu demo keliling kampus untuk menuntut ‘keadilan’. Hal itu hanya menunjukkan bahwa mahasiswa kurang memanfaatkan fasilitas yang ada. Gunakan Senat sebaik mungkin untuk menjembatani keinginan mahasiswa agar sesuai dengan visi rektor. Dengan begitu mahasiswa tidak perlu membuang tenaga. Lebih baik digunakan untuk mengerjakan laporan atau tugas yang menuntut tenaga dan pikiran yang ekstra.[Tiffany Istiqomah]
Komentar
Posting Komentar