Oleh : Rosiqoh Nur’aini
Ikatlah ilmu dengan tulisan.
Begitulah perkataan orang bijak. Ilmu bagaikan buruan dan menulis adalah
pengikatnya, maka ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Pena sebagai alat
untuk menulis, seiring perkembangan jaman mulai tergantikan perannya. Jika
dulu, ruang kuliah diiringi oleh suara dari lembaran kertas yang beradu dengan
pena. Sekarang, suara tersebut semakin jarang terdengar. Ruang kuliah masa kini
lebih didominasi dengan suara “cekrek-cekrek” ataupun irama tuts keyboard
laptop dan smartphone yang beradu dengan jari.
Materi kuliah yang tersorot melalui proyektor atau
tertulis di papan tulis akan membutuhkan waktu lebih lama jika ditulis
menggunakan pena. Simpan saja di smartphone dan buka nanti saat akan ujian.
Begitu mungkin way of thinking dari mahasiswa zaman now. Serba instan,
kata yang tepat untuk disematkan kepada generasi milenial. Tak usah pakai cara
yang ribet kalau ada yang simpel. Sayang kalau teknologi tidak dipakai kan?
Kemajuan teknologi memudahkan manusia dalam berbagai
lini kehidupan. Memang, sejatinya teknologi lahir dan berkembang untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Salah satunya di bidang
pendidikan. Teknologi menjadi salah satu faktor pendukung dalam meningkatkan
kualitas pendidikan. Pendidik dimudahkan untuk menyampaikan materi. Proses
belajar mengajar menjadi lebih efisien dan efektif.
Mayoritas pernyataan tentang kemudahan yang
diberikan teknologi dalam bidang pendidikan, tetap harus kita kaji kembali. Sistem
mana yang perlu pengaplikasian teknologi dan mana yang lebih bijak untuk
mempertahankan cara manual sesuai dengan kebutuhan. Penggunaan proyektor,
kuliah online, materi berbentuk file, buku panduan berbasis e-book, dan hal
lain dalam proses belajar mengajar yang berbasis teknologi.
Materi yang tidak tercetak memang lebih ekonomis dan
praktis untuk dibawa. Tinggal sorotkan lewat proyektor, beri sedikit
penjelasan, dan akhiri dengan tugas. Mahasiswa yang kalut karena tampilan slide
yang banyak tak memungkinkan untuk ditulis, akhirnya berinisiatif untuk memfoto
slide demi slide yang terpampang. Praktis, hanya dengan membawa smartphone atau
laptop, kertas dan pena tak diperlukan lagi.
Dalam kasus yang lain, laptop menjadi barang yang
sangat penting. Sebuah kuliah diawali
dengan sedikit penjelasan kemudian dihabiskan dengan tugas yang mengharuskan
untuk dikerjakan menggunakan laptop. Mengetik, meresume materi, membuat
presentasi, membrowsing materi, dan lain sebagainya. Benda persegi panjang
tersebut merupakan perpaduan dari pena dan kertas dalam bentuk yang lebih
modern.
Menulis telah menjadi mengetik dalam bentuknya yang
lebih sederhana dan maju. Sejatinya sama saja, perbedaan hanya terletak pada
media yang digunakan. Namun, apakah dalam bentuknya yang sekarang, mengetik lebih
efisien dan efektif dari menulis?
Para peneliti di Universitas Princeton dan
Universitas California di Los Angeles menemukan, ketimbang mereka yang
mengetik, orang-orang yang menulis tangan mampu menangkap pelajaran lebih baik,
menyimpan informasi lebih lama, dan lebih mudah memahami ide-ide baru. “Menulis
tangan membuat fungsi otak yang berkaitan dengan kemampuan belajar menjadi
lebih tajam ketimbang saat mengetik.” Kata psikolog pendidikan Kenneth Kiewra
di University of Nebraska di Lincoln, yang mempelajari perbedaan dalam menulis
dan pengaturan informasi.
Selain itu, psikolog kognitif Michael Friedman di
Harvard University juga mengatakan bahwa “Menulis tangan adalah proses yang
cukup dinamis. Anda memproses ulang apa yang anda dengar dalam pikiran anda”.
Lebih lanjut, para peneliti di Washington University di St Louis dalam jurnal
Educational Psychology menemukan, mahasiswa yang mencatat dengan tulisan tangan
dapat mengingat pelajaran kuliah lebih lama ketimbang mahasiswa yang mencatat
menggunakan keyboard. Menurut para peneliti, menulis dengan tangan membuat otak
lebih terorganisir dalam merekam memori, sehingga ingatan tentang materi yang
ditulis menjadi lebih lama.
Dalam tiga percobaan selama 2014, psikolog Pam A.
Mueller dari Princeton dan Daniel Oppenheimer dari UCLA pernah menguji 67 siswa
saat menulis materi baik melalui keyboard atau pena. Lalu, para siswa diuji
tentang materi tersebut seminggu kemudian setelah diberikan kesempatan untuk
meninjau catatan mereka. Hasilnya, siswa yang menulis tangan menggunakan
kata-kata yang lebih sedikit pada catatan mereka, tetapi cenderung berpikir
lebih intens tentang materi yang mereka tulis, dan lebih mencernanya dengan
teliti, kata peneliti Psychological Science. Sehingga dari hal tersebut, Dr. Oppenheimer
menyatakan bahwa “Menulis tangan membantu anda belajar”.
Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa
menulis memiliki kadar keefisienan dan keefektifan yang lebih tinggi untuk
membantu siswa dalam belajar dibanding dengan mengetik. Mengetik kurang
memberikan ingatan pada materi dalam jangka waktu yang panjang. Selain itu,
juga kurang dalam melatih berpikir secara kritis dan teliti. Materi hasil
ketikan yang tersimpan dalam smartphone maupun laptop juga dapat hilang dalam
sekali sentuhan “klik” kalau tak berhati-hati.
Sekai lagi, segala kemudahan yang ditawarkan oleh
teknologi harus dikaji dan digunakan secara bijak. Teknologi hanya memudahkan
kita, bukan menjadikan ketergantungan. Ada beberapa hal yang memang harus kita
kerjakan secara manual, dan ada beberapa yang dapat diaplikasikan dengan
teknologi. Manual, meski memakan waktu yang lebih lama dan tenaga yang lebih
besar, namun itulah yang dinamakan proses. Sejatinya, kata instan yang lekat
dengan generasi milenial adalah sebuah ironi. Karena tak ada yang benar-benar
instan dalam hidup, mie instan saja perlu proses untuk memasak. Maka, dalam
mencari ilmu, sebenarnya proses tersebut yang harusnya kita nikmati. Seperti
filosofi makan, bukan saat kenyanglah kita merasakan nikmat, tapi saat proses makan
itulah kita merasakan nikmat yang sebenarnya.
Komentar
Posting Komentar