Oleh: Vina
Soraya
Ahli geofisika dunia pada November 2017 silam
menemukan penemuan yang mengejutkan dan sulit untuk dipercaya. Penemuan
tersebut merupakan penemuan tahunan masyarakat Geologi Amerika oleh Roger
Bilham, Boulder dan Rebbeca Bendick dari University of Colorado. Penemuan
tersebut dimuat dalam Geophysical Research Letters, menjelaskan bahwa akan
terjadi gempa dengan kekuatan 7.00 SR atau lebih ditahun 2018 khususnya di
daerah katulistiwa. Kejadian ini merupakan dampak dari perlambatan rotasi bumi.
Perubahan rotasi tersebut diukur menggunakan jam bertenaga atom dengan akurasi
yang sangat tinggi. Hasil pengukuran yang dilakukan yaitu bumi mengalami
perlambatan rotasi sekitar 1 milidetik perhari. Bedick salah satu penemu
menjelaskan bahwa saat rotasi bumi berubah, maka bentuknya akan turut bergeser
seperti rok penari. Perlambatan rotasi bumi akan terjadi setiap 30 tahun
sekali. Rotasi bumi yang lebih cepat akan menyebabkan mayoritas massa bumi
bergerak ke katulistiwa. Sedangkan, rotasi
bumi yang melambat menyebabkan mayoritas massa bumi bergerak ke arah kutub.
Pelambatan rotasi bumi ini juga akan memicu ketegangan pada lapisan luar bumi
yang menyebabkan pergerakan. Kejadian ini sesuai dengan prinsip yang pernah
diungkapkan oleh Isacc Newton yaitu benda bergerak akan berusaha untuk terus
bergerak sekuat tenaga agar mampu mempertahankan pergerakannya. Daya yang
dihasilkan dari pergerakan yang terus menerus tersebut akan menyebar melalui
bebatuan, lempeng dan patahan yang akhirnya dapat menyebabkan gempa.
Indonesia merupakan salah satu negara
cincin api Pasifik. Cincin api Pasifik adalah daerah yang sering mengalami
gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan samudera
pasifik. Daerah Cincin Api Pasifik ini berbentuk seperti tapal kuda yang
mencakup wilayah sepanjang 40.000 Km. Cincin Api Pasifik melalui daerah
Selandia Baru, Palung Kermadec, Palung Tonga, Palung Bougainville, Indonesia,
Gunung Merapi, Filipina, Palung Filipina, Palung Yap, Palung Mariana, Palung
Izu Bonin, Palung Ryukyu, Jepang, Gunung Fuji, Palung Jepang, Palung Kurile,
Kamchatka, Kepulauan Alteuia, Palung Alteuia, American cordillera, Alaska,
Pasific Coast Range, British Columbia, Barisan Pegunugngan Cascade, Gunung St.
Helens, California, Meksiko, Palung Amerika Tengah, Guantemala dan Nikaragua. Cincin
api Pasifik ini terbentuk dari serangkaian 452 gunung berapi dan aktivitas
seismic tinggi yang mengelilingi Samudra Pasifik.
Cincin api Pasifik dinyatakan aktif
kembali pada 23 Januari 2018 oleh United Nations Secretariat for International
Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) melalui akun resmi twitternya.
Berubahnya status cincin api Pasifik ini berhubungan dengan rotasi bumi yang
melambat pada tahun 2018. Rotasi bumi yang melambat mempengaruhi pergerakan
lempengan, batuan dan patahan. Sedangkan daerah cincin api Pasifik ini sendiri
tersusun oleh gunung aktif dan lempengan tektonik, dimana ketika ada perubahan sedikit
saja pada lempengan, batuan maupun patahan yang berada di bawah permukaan bumi
maka akan sangat berdampak di permukaan bumi. Dampak dari rotasi bumi yang
melambat ini diantaranya banyak gunung aktif yang erupsi dan gempa bumi. Gempa
bumi dapat terjadi karena adanya energi potensial yang terkumpul di patahan
bumi.
Inonesia merupakan negara kepulauan yang
berbatasan langsung dengan tiga lempeng, yaitu lempeng Austronesia, Asia dan
Pasifik. Letak geografis Indonesia yang berada diantara lempengan tersebut dan
berada di cincin api Pasifik berdampak pada aktifitas vulkanik maupun tektonik
di Indonesia. Terdapat beberapa aktivitas vulkanik dan tektonik yang terjadi
dari Januari hingga September 2018 di Indonesia. Aktifitas tektonik yang
terjadi yaitu gempa bumi pada (23/1/2018) di wilayah Lebak, Banten sebesar 6,1
SR di ikuti dengan 42 gempa susulan, kemudian (29/7/2018) 7,0 SR di Lombok yang
diikuti gempa susulan sebanyak 1973 gempa dengan kekuatan rata-rata 5 SR tercatat sampai (30/8/2018), lalu disusul
pada (8/9/2018) gempa terjadi di Sulawesi Tenggara dengan kekuatan 7,7 SR dan
disusul dengan gempa susulan sebanyak
152 tercatat hingga 30/8/2018. Gempa bumi yang terjadi di Lombok dengan
kekuatan paling besar 7,0 SR dan gempa susulan rata – rata 5 SR merupakan
dampak dari pergerakan patahan Flores. Banyaknya gempa susulan ini kemungkinan
terjadi karena gempa doublet atau gempa yang terpicu oleh gempa lain. Gempa
doublet sendiri merupakan gempa yang melepaskan energi, energi yang dilepaskan
tersebut justru akan memicu gempa di tempat yang berdekatan. Aktivitas Vulkanik
yang sudah terjadi diantaranya yaitu Gunung Agung, Gunung Merapi dan Gunung
Sinabung.
Komentar
Posting Komentar