Angin berhembus
masuk melalui jendela kelas yang sedikit terbuka sehingga mengibaskan rambut
panjang jane. Tengkuk indah milik jane tersingkap, karena hembusan angin
tersebut. Aku yang sedari tadi memerhatikanya dari lorong mendadak malu,
karena merasa aneh bahwa diriku berterimakasih kepada angin yang baru saja
lewat.
Aku sudah menyukai
jane sejak SMP. Aku tahu ini terdengar bodoh, karena aku tidak pernah
menyatakan perasaanku kepadanya. Bagaimanapun… itu bukanlah hal yang mudah
untuk aku lakukan.
Jane merupakan
gadis yang cantik dan terbaik dalam akademi di angkatanya. Angkatanya? Kalian
heran? Ya. Aku menyukai wanita yang merupakan kakak tingkatku.
Aku pertama kali
mengenalnya saat masa-masa ospek di SMP. Saat itu, Jane menjadi salah satu
anggota OSIS, sekaligus kakak tingkat yang bertanggung jawab atas kegiatan
ospek. Perlu aku akui, Jane sudah cantik bahkan sejak saat itu. Bukan karena
aku menyukainya, tapi dia memang primadona. Selalu!
Jane tidak hanya
cantik, keunggulanya dalam akademik juga tidak dapat diremehkan. Pada tahun
terakhirnya semasa SMP, Jane memenangkan kejuaran ipa di salah satu perlombaan
provinsi. Bahkan saat jane lulus sekalipun, dia diterima untuk masuk ke SMAN 8
Jakarta, SMA terbaik di Jakarta.
Aku jadi teringat
satu hal. Jane adalah alasanku belajar mati-matian pada tahun terakhriku saat
SMP. Aku tidak sehebat dirinya dalam hal akademis. Tidak akan pernah! Aku
menghabiskan waktuku belajar agar bisa sekali lagi melihat Jane dalam
keseharianku, sekalipun itu hanya di sekolah.
“prok” suara
pundakku yang ditepuk oleh doni.
“Hei mau sampai
kapan kau melamun dan berdiri disana?Kau tahu…? Kalau begini terus, kau
bisa disebut penguntit oleh orang-orang.”
“A…a…ayolah,
hentikan itu… kau sudah tahu aku tidak seperti itu kan.
Justru… dirimulah yang membuat aku jadi seperti penguntit.”
“Kau sendirilah
yang aneh bung! kau sudah menyukainya selama dua tahun dan tidak melakukan
apa-apa selain menguntitnya seperti tadi.”
“PERTAMA, itu
bukan dua melainkan LIMA. KEDUA, aku TIDAK menguntit. Lagipula, kau benar-benar
ingin menjelekanku tepat di depan kelasnya?”
“O..o…oke. oke. Tenang.
Sebenarnya, perutku sudah menjerit-jerit karena kelaparan dan geli melihat
kelakuanmu. Hahahaha.”
“Iya… iya… ayo
langsung ke kantin. Hari ini, kau yang bayar! Kau sudah merusak mood ku bro…”
balasku kepada doni sambil meninggalkanya.
“Hei…! A..a…apa
kau bilang? Tunggu aku!”
***
Aku memesan semangkuk bakso dengan
tambahan bakso telur yang cukup besar secara “gratis”, sedangkan doni memilih
nasi goreng kesukaanya. Entah sejak kapan dia mulai menyukai nasi goreng, yang
jelas… dibandingkan denganku dia lebih berani menunjukan perasaanya, walau
hanya kepada sepiring nasi goreng.
Kami duduk di dekat jendela yang
terbuka. Aku jamin kalian pasti tidak ingin menyantap makan siang dengan berada
di antara kerumunan otot yang baru diperas selama jam olahraga. Udara disini
setidaknya tidak separah itu karena kami memiliki ventilasi tepat disebalah
kami, jendela yang terbuka.
“Hei.. ambilkan
sambal itu untukku!” Pinta doni setelah tiba dikursi yang berada di seberang ku.
“iya… iya… bawel”
balasku ketus sambil menuangkan beberapa
sendok sebelum menyerahkanya.
“Billy, aku masih
tidak paham, kenapa kau bisa menahan perasaan itu sampai lima tahun. Jujur
saja, kau tidak pernah mengatakan itu kepadaku sebelumnya. Seandainya aku tahu…
aku tidak akan hanya menyebutmu penguntit hahahaha.”
“Hei… kau mau aku
memesan bakso telur lagi? Lagipula kenapa kau masih terus membicarakan hal itu?
Biarkan aku setidaknya menikmati ‘bakso telur pertamaku’.”
“Kau mau memerasku
setelah membuatku pulang dengan berjalan kaki untuk hari ini? Kejam! Tapi, aku
serius. Kau mau berapa lama lagi memendam perasaanmu? Apa kau lupa bahwa dia
tidak di angkatan yang sama dengan kita? Tahun depan, Jane De Ark sudah bukan
lagi murid SMAN 8 Jakarta. Belum lagi, aku dengar Jane sudah lolos SNMPTN di
Universitas Indonesia. Sedangkan kau? Billy Brooky! Seorang pejaka yang gagal
dengan perasaannya dan tentu saja
rankingnya. HAHAHAHA!”
“Hentikan itu
bodoh! Kau memperburuk hariku hanya dengan mengatakan kebenaran.” Balasku sambil
menendang ‘harta karun’ Doni.
“Ouch… se… se… sekarang
a.. a… aku tidak dapat pulang hanya dengan jalan kaki. Kalau begini, aku anggap
kita impas dan tidak ada ‘bakso telur kedua’.” Sentak doni sambil memegangi selangkanganya
dan meringkuk di tempat duduknya.
“Kau berlebihan!
Aku tidak menendangmu sekeras itu. Lagi pula, kau menebeng motorku setiap saat.
Darimana pula ocehan ‘jalan kaki’ itu berasal?” aku menanggapai reaksi
berlebihan Doni dengan nada bicara yang dinaikan.
“Terlebih lagi,
kau tidak perlu memberitahuku semua fakta tersebut. Tanpa kau memberitahu pun,
aku sudah tahu. Bahkan tanpa kau perintahkan, sebenarnya… aku akan menyatakan
perasaanku kepadanya besok.” Tambahku dengan suara yang lebih pelan. Tentu saja!
Membayangkan diriku mengatakan sesuatu seperti itu kepada sahabatmu sendiri
saja sudah membuatku malu.
“A… a… APA? Kau
sungguhan? Apa kau sedang demam? Perlu aku antar ke UKS?” Doni yang sedang
“kesakitan” mendadak terbangun penuh semangat.
“Pelankan suaramu!
Kita telah menarik terlalu banyak perhatian” Tegurku sambil mengamati
lingkungan kantin yang sedang tertuju karena teriakan bodoh doni.
“Baik. Baik!”
jawab doni setelah melemparkan gestur meminta maaf pada seisi kantin.
“Jadi… apa kau sudah punya
rencana bagaimana acara pernyataan ini berlangsung?” sambung doni yang masih
penasaran dengan pernyataanku sebelumnya.
“Sejujurnya… aku sendiri
masih tidak tahu apa yang harus ku katakan. Memberanikan diriku sendiri saja
sudah sulit, apalagi harus memikirkan keseluruhanya? Astaga… kau membuatku
semakin tidak percaya diri.”
“Tunggu sebentar
bung! Kau tidak perlu khawatir! Kau punya dokter percintaan di sisimu.” Doni
mengatakannya dengan penuh percaya diri sambil menepuk-nepukan dadanya.
“Menjijikan!”
Jawabku dengan muka masam.
“Hei… Kau
meragukan kemampuan seseorang yang mengabdikan dirinya untuk menikmati RomCom (Romance
Comedy)?
“kalau yang kau
maksud adalah seorang ‘otaku’, aku setuju. Akan tetapi, karena aku tidak punya
pengalaman dan pengetahuan, aku akan mendengarkanmu untuk kali ini. ‘Sensei’!”
“Baiklah. Aku
punya ide. Bagaimana kalau, kau ajak dia bertemu di taman belakang saat pulang
sekolah? Lingkungan disana cukup sepi. Sinar matahari yang nyaris terbenam akan
menambahkan emosi selama acara berlangsung. Aku akan menjaga akses ke sana agar
kau dapat menikmat panggungmu. Akan tetapi, kau harus terlebih dulu
mengundangnya untuk datang kesana.”
“o” mulutku yang
terbuka seraya mendengarkan penjelasanya mengejutkan dan tak terbayang bahwa
itu keluar dari mulut doni.
“Aku tak menduga,
bahwa kau telah memikirkan sejauh itu. Baiklah, aku akan memberanikan diri
mengundangnya. Menurutmu, aku lebih baik mengundangnya melalui WA atau secara
langsung? Aku sudah tahu sih. Pastinya lebih baik secara langsung kan?”
“Ho… Ho… Ho… lihat
ini, Billy kecilku sudah dewasa. Tepat sekali, kau seharusnya mengundangnya
secara langsung. Akan tetapi, aku punya solusi lain, karena itu dirimu.
Bagaimana kalau kau tinggalkan surat untuknya? Dengan demikian kau tidak
terlihat terlalu cupu.”
“Ah… benar juga!
Baiklah ‘si cupu’ ini akan melakukan seperti apa yang dikatakan oleh ‘sensei’.”
“Bagus… bagus…
sebaikanya, kau mengirimkan surat undangan tersebut sesegera mungkin. Kau bisa
menggunakan alibi untuk memanggil kak Roy di kelas jane sambil meletakan surat
tersebut di meja atau tas miliknya. Sampaikan saja bahwa aku membutuhkan
bantuan kak Roy dan akan menemuinya sepulang sekolah.”
“Sekali lagi, aku
mengakui bahwa kau membuatku tercengang. Aku tidak pernah menduga bahwa kau
memikirkan itu semua untukku. Terima kasih
man! Sebaiknya, kita segera menghabiskan makanan ini, waktu istirahat akan
segera berakhir dan aku akan mengirimkan surat undangan tersebut sebelum
istirahat ini berakhir. Seperti yang kau tahu, aku tidak memiliki banyak
keberanian apabila adrenalin ini hilang.” Kalimat terakhirku, aku ucapkan
dengan nada yang mulai putus asa ditengah usaha memberanikan diri.
Kami menghabiskan
makanan kami tak lama setelahanya. Aku dan doni berpisah dikantin. Doni akan
sedikit meregangkan tubuhnya dengan bermain bola dilapangan, sedangkan aku
bergegas menuju kelas. Aku menyambar kertas dari tengah buku tulisku. Aku tidak
memiliki banyak pengetahuan bagaimana harus menulis surat undangan tersebut. Aku seharusnya menanyakan saran doni terlebih
dahulu sebelum meninggalkanya.
“Hai.. aku Billy.
engkau sepertinya belum mengenalku. Ada yang ingin kukatakan kepadamu. Besok
sore, sepulang sekolah, aku harap kau bisa datang ke taman di belakang
sekolah.”
Tertanda
Billy
Aku pikir untuk sekadar surat undangan
hal ini sudah cukup. Agh… aku tidak paham lagi. Aku akan katakan saja secara
langsung. Aku mengurungkan niatku untuk mengirimkan surat yang telah aku tulis
dengan keberanianku yang tersisa. Selebihnya, aku hanya menghabiskan sisa hari
sekolahku seperti yang biasa
kulakukan.
“Kicir…. Kicir…
ini lagunya… lagu lama…” lagu daerah betawi diputar melalui pelantang yang
berada disetiap kelas.
Lagu daerah di sore hari merupakan
kebahagiaan bagiku. Meskipun aku tidak senang dengan semua lagu yang
diputarkan, aku masih bersyukur karena hari sekolah telah berakhir. Akan tetapi, bel di hari ini terasa sedikit
berbeda. Aku menanti jane turun dari tangga lantai tiga. Kelas anak-anak tahun
ke tiga berada di lantai tiga. Tangga tempat aku menantinya lewat merupakan
satu-satunya akses untuk naik dan turun.
Jantungku berdegup cepat. Napasku
mulai tidak teratur. Keringat sebesar biji jagung mulai mengalir melalui
pelipisku. Tidak ingin penampilanku menjadi rusak. Aku mengeluarkan saputangan
dan mengelap keringatku. Seraya aku mengatur napas dan menenangkan diri, aku
melihat Jane turun seorang diri.
“Hai..” aku
menyapanya sambil melambaikan tangan.
“Kamu memanggil
ku?” Jane menatapku heran setelah menoleh ke sekitarnya yang
tidak ada siapa-siapa.
"Iya.
Perkenalkan aku Billy. Sepertinya ini pertamakalinya kita saling berbicara ya? Anu..
A.. A… me- Aku harap kau bisa datang ke taman belakang sekolah besok sore
diwaktu yang sama! Maafkan aku. Aku tidak bisa berlama-lama. Sampai jumpa
lagi!” aku mengucapkan dengan teburu-buru sebelum meninggalkanya dan berlari
pulang.
***
“Anak- anak
turunlah… makan malam sudah siap!” mamihku memanggil dengan suaranya yang menggema sampai lantai dua.
“Iya Mom kami turun!” aku
dan adikku serempak
menjawab panggilan mamihku.
Kami sudah duduk
di ruang makan tidak lama setelahnya. Makan malam hari ini terlihat lebih menggoda dari biasanya. Ebi
furai dengan warna elegan dan sayur capcay yang mengkilat membangkitkan nafsu
makanku setelah hari yang melelahkan.
“Sayang… kau juga
sebaiknya segera kesini atau kami akan mulai makan tanpamu!” mamihku sekali
lagi memperingatkan papihku yang masih bersantai di ruang keluarga.
Papih sepertinya sedang menyaksikan
berita di ruang keluarga. Baginya, hal itu sudah menjadi rutinitas, menyalakan
tv dan membaringkan tubuh di sofa seraya menantikan makan malam siap. Aku
harap, aku juga dapat menikmati waktu-waktu seperti itu saat berkeluarga kelak.
“Sayang… contohkan
anak-anakmu hal yang benar! Kau sebaiknya mematikan TV saat tidak digunakan.”
Mamih menggerutu ketika mendapati suara TV di belakang Papih masih terdengar.
“Tidak apa, aku
sengaja menyalakan dan memperbesar suara-nya karena ada berita yang tidak ingin
aku lewatkan. Aku pikir hal itu juga bagus untuk kita dengarkan
bersama.”
“Hisss… sudahlah!
Kali ini aku maafkan. Billy kamu yang pimpin doa makan kali ini ya.”
“Baik Mom.” Jawab ku sambil
menyambungnya dengan doa makan.
“Selamat makan!”
kami serempak mengucapkan kalimat yang sudah menjadi kebiasaan keluarga kami.
“Polisi
mengamankan TKP pembunuhan seorang siswi SMA pada hari Rabu, sore ini.” Suara
Tv kembali terdegar setelah kami semua mulai menyantap hidangan makan malam.
“Itu dia. Aku
ingin kalian juga mendengarkanya. Aku dengar korbanya adalah siswi SMA. Kita
tidak tahu dunia seperti apa yang kita tempati hari ini. Kejahatan tidak pernah
terus tersembunyi di dalam kegelapan. Sesekali, dia akan muncul dan menelan
terang yang dapat ditelannya. Billy, kau
juga harus berhati-hati. Sepertinya, korban pembunuhan itu
merupakan salah satu murid dari sekolahmu.” Papih mulai mengoceh setelah
menghabiskan sendok pertama di mulutnya.
“Papih ber-“ canda
kan? Tidak mungkin dari sekolahku bukan? Itu yang ingin ku katakan, sebelum bunyi
telepon berdering kencang memotong kalimatku.
“Biar aku yang
angkat, kalian lanjutkan
makan malamnya.” Mamihku menanggapi bunyi telepon sambil meninggalkan kursinya.
“Billy! Ini untuk
mu. Doni menelepon.” Mamihku memanggilku sambil menyodorkan gagang telepon
rumah ke arahku.
“Iya mah.
Permisi.” Aku menjawab sambil meninggalkan meja makan.
“Jangan terlalu
lama! Segeralah kembali untuk menghabiskan makan malammu.” Mamih
membisikan kalimat itu dekat telingaku sambil memberikan gagang teleponnya dan
kembali kemeja makan.
“Baik Mom. Hallo Don ada
apa malam-malam menelepon? Aku harap ini sesuatu yang penting, karena aku harus
segera kembali ke meja makan.” Aku menjawab mamih sekaligus memulai
percakapanku dengan doni di telepon.
“Billy… Billy… apa
kau disana? Maaf Bill… Aku tahu ini bukan waktu yang tepat. Aku minta maaf
karena harus menyampaikanya. Kau sudah dengar beritanya? Jane, Billy, Jane De
Ark, siswi SMA yang menjadi korban pembunuhan di berita itu adalah Jane.” Doni
mengucapkan semuanya dengan bergetar dan penuh keraguan.
Aku tidak tahu bagaimana harus menanggapinya.
Tubuhku lemas. Aku menjatuhkan gagang telepon dari gengamanku. Aku terjatuh.
Aku tidak tahu perasaan apa yang kurasakan saat ini. aku tidak dapat
mengutarakanya. Tidak!
~END~
idih2, keren sekali memang (:
BalasHapusWahh iya kak keren, terimakasih kak. Salam persma!
Hapusberasa baca looking for alaska cuma versi lokal dan plot twist yang normal dari sebuah kisah unrequited love. Ditunggu karya selanjutnya!
BalasHapusdudtsz ceritamu keren banged kok! Sampai aku tidak dapat mengutarakanya!
BalasHapusHeyyy kak caritamu bagus ! Keren poll kasian sm Billy huhuhu. Semangat buat cerita yang lain lagi kak\^∆^/
BalasHapusCERITA NYA BAGUS BANGET, GAMPANG DI PAHAMI JUGA GA BERBELIT BELIT, SEMANGAT BERKARYA!!!!
BalasHapusKeren:3
BalasHapusBilly refleks sadboi cuy [emot batu]
david and toad
BalasHapusaaaa kewreen endingnya plot twist jugaa,kasian sama billy nya juga:(,di tunggu cerpen cerpen berikutnya🙌🏻
BalasHapuskerenn bgtt siiiiii iniiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
BalasHapus