Senyum adalah Sedekahnya
Indoseia memang
negara yang tak miskin dengan kebudayaan, begitu juga berbagai macam profesi
yang ditekuni oleh masyarakat Indonesia, tukang bengkel misalnya. Memang tak
asing ditelinga saat kita mendengar tentang “tukang bengkel”. Tukang bengkel
merupakan jasa dari seseorang yang membantu membenahi kerusakan pada kendaraan.
Banyak orang yang meremehkan pekerjaan yang dijalani oleh bapak dengan satu
orang anak ini. Memang hasilnya tak seberapa, tapi itu tak mengurungkan niat Salim
(40-an) untuk terus mencari nafkah demi keluarganya.
Ya, sebuah
profesi yang bagi sebagian orang dipandang sebelah mata. Apalagi sekadar tukang
bengkel yang mangkal dipinggir jalan, tak tentu pula. Malam ini di sini,
siangnya di sana, sorenya di situ, di mana-mana. “Hehe saya itu tempatnya tidak
menentu dek, malam ini saya di sini kebetulan bertemu dengan adek, mungkin
besok saya tidak di sini. Yaa kan biasanya kalau cuma tukang bengkel seperti
saya ini rebutan tempat mangkal. Tapi memang ada yang tempatnya menetap,”
curhatnya sambil menembel ban sebuah sepeda ontel berwarna biru.
Benar-benar
lihai tangan bapak paruh baya yang ditemui di daerah sekitar Universitas Jember
saat menambal ban sepeda salah satu pelanggannya. Hanya keterampilan itulah
yang dimiliki oleh Salim. “Mau bagaimana lagi, saya taunya hanya ini. Saya
sekolah cuma sampai SMP kelas 1, setelah itu berhenti karena masalah biaya
terlebih lagi jarak rumah saya ke sekolah itu sangat jauh,” suaranya terdengar
berat. Tak dapat dipungkiri bahwa penyesalan selalu menggangu pikirannya,
bayangan masa kecilnya yang tak dapat mengenyam manisnya dunia pendidikan
terkadang datang mengelabuhi pikirannya, tapi hebatnya bapak ini tak terus
terpaku pada masa lalunya. Dia menggunakan keahliannya untuk mencari nafkah
membiayai hidup anak dan istrinya, bagaimanapun juga hidup harus terus berjalan.
“Anak saya harus lebih baik dari saya,
sekarang udah besar udah umur 7 tahunan,” pria itu berbicara dengan nada penuh
harap. Tak hanya itu, ia juga mampu membuat orang tersenyum lega saat ia
berhasil memperbaiki kerusakan pada kendaraan pelanggannya. Sukses itu tidak
selalu berupa pangkat dan jabatan, baginya sukses itu adalah senyuman dari para
pelanggannya, karena senyuman itu mengindikasikan bahwa ia telah memberikan
manfaat di kehidupan orang lain. “Sebaik-baiknya manusia yaitu yang dapat bermanfaat
bagi manusia lainnya, kalau dosen dengan ilmunya, dokter dengan suntikannya,
kalau saya membantu orang dengan dongkrak ini, tang ini, dan alat-alat bengkel
yang lain. Dengan alat-alat ini saya berharap ada keberkahan di rejeki saya, Dek,” Salim menunjukan
perkakasnya.
Kesuksesan yang
tak terlihat tapi dapat dirasakan dan butuh hati yang lapang untuk terus
mensyukuri segala sesuatu yang telah digariskan Sang pengatur kehidupan. Bagaikan
bekerja dibalik layar, keberadaannya yang kurang dirasakan, akan tetapi
memiliki peran yang penting. Memutuskan untuk menjadi tukang bengkel dirasa
merupakan keputusan yang cukup tepat mengingat hanya sedikit modal yang
dimiliki oleh bapak salim untuk membuka usaha yang lebih dari sekedar tukang
bengkel. “Saya ini tidak memiliki banyak modal untuk bekerja yang lain, uang
lebih yang saya dapat saya tabung untuk biaya pendidikan anak saya nanti.”
Namun hari demi hari bertembahlah kecintaannya pada pekerjaannya itu. Harga yang
beliau patok untuk memperbaiki bagian-bagian yang telah rusak tidak terlalu
mahal, karena lewat dari pekerjaannya tersebut Salim melakukan sedekah. “Allah
itu kan adil ya, Dek. Saya tidak punya banyak uang seperti orang tua Adek, tapi
lewat pekerjaan dan senyum keramahan yang saya berikan itu sudah dinilai
sedekah.” Bekerja sambil bersedekah itu yang beliau kerjakan.[]
Alvin Putri-ALPHA
Komentar
Posting Komentar